REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi menuturkan posisi politiknya saat ini didasarkan pada kondisi faktual yang ia alami sendiri selama dua periode menjabat gubernur NTB. Menurutnya, dua periode itu waktu yang adil baginya untuk memimpin NTB dan melaksanakan visi-misinya.
"Kalau saya di NTB dengan luas seperti itu saja butuh dua periode, ya rasanya masuk akal pemimpin nasional itu juga butuh jangka waktu yang cukup untuk membangun," tutur dia di kantor Republika, Warung Buncit, Jakarta Selatan, Selasa (17/7).
Sementara, dari sudut pandang realita yang terjadi, TGB mengatakan saat ini di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang dilakukan pembangunan secara besar-besaran. Pembangunan tersebut, kata dia, tentu dari pajak rakyat dan juga pinjaman luar negeri.
"Kalau ini terhenti, bukan Pak Jokowinya yang rugi. Kita semua. Pada saat yang sama, kita belum punya tradisi estafet kepemimpinan yang kuat. Jadi pemimpin berikutnya cenderung mencari apa kira-kira yang bisa dia banggakan sebagai legacy-nya. Banyak terjadilah di mana-mana. Saya merasa, kalau ini terhenti, stagnan, yang rugi kita semua," ucapnya.
Namun TGB juga menyadari ada pihak-pihak yang tidak mendukung program-program pemerintahan Jokowi sehingga menganggap beberapa kebijakan atau program perlu dikoreksi dan ditinjau ulang. Padahal menurut dia, negara belum mumpuni untuk mengganti-ganti kebijakan. Apalagi, ini cukup menguras biaya.
"Saya membayangkan kita tidak punya cukup uang, tidak punya cukup kemewahan untuk kemudian mengganti-ganti dan memandekkan program-program ini lalu bereksperimen dengan yang baru," ucapnya.
Karena itu, TGB menyampaikan, program-program yang sedang dikerjakan pemerintahan Jokowi perlu dituntaskan di periode berikutnya. "Sehingga kemanfaatan dari semua ini bisa dirasakan oleh masyarakat. Itu intinya. Itu salah satu yang melandasi dari keputusan saya," katanya.