Rabu 18 Jul 2018 11:41 WIB

Pengungsi Rohingya Ingin Myanmar Akui Mereka Sebagai Warga

Kesepakatan repatriasi tak singgung keselamatan Rohingya yang pulang.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
 Dalam foto file bulan September 2017, sejumlah pengungsi perempuan Muslim Rohingya berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Balukhali, Bangladesh.
Foto: AP/Dar Yasin
Dalam foto file bulan September 2017, sejumlah pengungsi perempuan Muslim Rohingya berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Balukhali, Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Pengungsi Rohingya bersedia direpatriasi atau dipulangkan bila Myanmar mengakui mereka sebagai warga negara. Selain itu, mereka juga membutuhkan jaminan keselamatan dari Myanmar.

Hal tersebut disampaikan para pengungsi ketika utusan PBB Christine Schraner Burgener mendatangi tenda-tenda pengungsi di Cox's Bazar, Bangladesh. Ia berada di sana selama tiga hari, yakni pada 16-18 Juli.

"Di Cox's Bazar, dia (Burgener) mengunjungi tenda-tenda pengungsi yang luas dan mendengar dari orang-orang (Rohingya) tentang kekejaman yang tak terbayangkan yang dilakukan di negara bagian Rakhine," kata PBB dalam sebuah pernyataan pada Selasa (17/7), dikutip laman Anadolu Agency.

"Terlepas dari pelanggaran berat hak asasi manusia ini, mereka (para pengungsi Rohingya) menyatakan kepada utusan (PBB) tentang harapan mereka kembali ke rumah jika keamanan dapat dijamin dan kewarganegaraan dapat diberikan," kata PBB menambahkan.

Lebih dari setengah juta warga Rohingya telah melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh sejak militer Myanmar menggelar operasi di negara bagian Rakhine pada Agustus tahun lalu. Operasi digelar dalam rangka memburu gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Namun, dalam pelaksanaannya pasukan atau tentara Myanmar turut menyerang dan menghabisi warga sipil Rohingya di sana.

PBB telah menyatakan yang dilakukan militer Myammar terhadap Rohingya merupakan pembersihan etnis. PBB juga telah menggambarkan Rohingya sebagai orang-orang yang paling teraniaya dan tertindas di dunia.

Pada November 2017, Myanmar dan Bangladesh telah menyepakati proses repatriasi pengungsi. Namun pelaksanaan kesepakatan ini belum optimal. Cukup banyak pengungsi Rohingya di Bangladesh yang enggan kembali ke Rakhine.

Mereka mengaku masih trauma atas kejadian yang menimpanya pada Agustus tahun lalu. Selain itu, kesepakatan repatriasi pun tak menyinggung perihal jaminan keamanan dan keselamatan bagi warga Rohingya yang kembali.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement