REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi III menyatakan akan meminta klarifikasi pada Mahkamah Agung (MA) terkait putusan penyitaan aset First Travel oleh negara. Penyitaan aset First Travel oleh negara dinilai salah dan tidak adil.
"Tentunya akan kami mintakan klarifikasi terkait putusan yang sangat keliru tersebut ke MA dalam rapat konsultasi Komisi III DPR dan MA," ujar anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) Arteria Dahlan pada Republika.co.id, Rabu (18/7).
Arteria menilai, putusan tersebut justru tidak mewakili kepentingan korban dan tidak adil. Majelis Hakim pada sidang putusan kasus First Travel 31 Mei 2018 menyatakan aset milik penyediaan jasa umrah dan haji itu diserahkan ke negara. Putusan ini menolak tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Depok yang meminta barang bukti tersita dikembalikan kepada nasabah atau calon jemaah.
"Ini kan fatal, putusan tersebut tidak hanya jauh dari rasa keadilan, akan tetapi juga tidak memberikan kepastian hukum, serta keadilan restoratif (restoratif justice) itu sendiri," ucap Arteria.
Bila putusan ini dilaksanakan, Arteria mengatakan, negara justru gagal dalam penyelesaian perkara First Travel yang menelan puluhan ribu korban calon jamaah umrah. "Negara melalui kekuasaan kehakiman terkesan gagal di dalam mencari kebenaran substantif dan merestorasi rasa keadilan di tengah masyarakat melalui putusan pengadilan," kata dia menegaskan.
Komisi III juga telah mendapat kunjungan dari Jaksa Agung HM Prasetyo terkait putusan tersebut. Prasetyo pun sepakat untuk mengirimkan jaksa senior menangani kasus tersebut. Dia meminta pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) untuk membuat tim verifikasi terkait barang bukti.
Terpisah, Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) menyatakan akan memeriksa yang dianggap kekeliruan atau kesalahan dalam keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok pada penyitaan aset First Travel tersebut. Kepala Badan Pengawasan MA Nugroho Setiadji menuturkan, segala masukan akan ditingkatlanjuti oleh tim Mahkamah Agung. "Kalau ada (kesalahan) tentu akan diturunkan tim pemeriksa," kata Nugroho.
Badan Pengawas MA bergerak berdasarkan laporan atau hasil penyidikan sendiri. Setelah melakukan pemeriksaan dan ada kasus yang terbukti, tim akan merekomendasikan jenis sanksi. Sanksi kemudian diberikan bila hakim atau pegawai PN kedapatan melanggar aturan. "Pimpinan yang memberi disposisi," ujarnya.
Untuk kasus dugaan penggelapan dana jamaah itu sendiri, Majelis Hakim PN Depok menghukum tiga bos First Travel yakni Andika Surachman, Anniesa Hasibuan serta Kiki Hasibuan dengan hukuman penjara. Andika divonis 20 tahun penjara, sedangkan Anniesa dihukum 18 tahun penjara. Kiki Hasibuan divonis 15 tahun penjara.