Kamis 19 Jul 2018 16:19 WIB

BI Pertahankan Suku Bunga Acuan

Ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Teguh Firmansyah
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan pers seusai mengadakan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Jumat (29/6).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan pers seusai mengadakan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Jumat (29/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 5,25 persen. Selain itu, suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4,50 persen dan suku bunga Lending Facility tetap 6,00 persen. Keputusan diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Juli 2018.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan, keputusan tersebut konsisten dengan upaya BI mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Sehingga dapat menjaga stabilitas, khususnya stabilitas nilai tukar Rupiah.

"Kami pandang bahwa suku bunga kebijakan kita itu sudah cukup kompetitif di dalam memberikan ruangan bagi masuknya aliran modal asing," terang Perry dalam konferensi pers hasil RDG di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (19/7).

photo
Pergerakan suku bunga perbankan 2018

Perry menegaskan kebijakan Bank Indonesia tetap hawkish dan fokus pada menjaga stabilitas perekonomian khususnya nilai tukar. Hawkish artinya BI akan selalu menjalankan kebijakan moneter yang preemptive, front loading dan a head the curve. "Keputusan mempertahankan suku bunga itu konsisten dengan upaya BI menjaga stabilitas dan menjaga daya tarik pasar keuangan," jelasnya.

Baca juga, Rupiah Tertekan, Suku Bunga Acuan Naik Hingga 50 Bps.

Perry menyatakan, Bank Indonesia akan terus memantau lagi perkembangan ke depan ekonomi dalam negeri dan luar negeri. Antara lain mengenai arah kebijakan Bank Sentral AS the Federal Reserve. Meskipun BI sudah memperkirakan masih akan ada kenaikan suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate/FFR) dua kali tahun ini dan tiga kali tahun depan, tetapi BI akan tetap memantau faktor yang mempengaruhi kenaikan FFR.

Selain itu, BI juga akan memantau imbal hasil obligasi pemerintah AS ke depan. Sejauh ini, BI memperkirakan imbal hasil obligasi pemeritah AS yang bertenor 10 tahun sampai akhir tahun ini akan naik sampai 3,4 persen.

BI juga akan memantau berbagai risiko pasar keuangan global yang dalam beberapa waktu terakhir sangat diwarnai ketegangan perdagangan AS dan Cina dan sejumlah negara lain. Serta respons negara-negara tersebut terhadap ketegangan perdagangan global.

Berbagai risiko tersebut yang menjadi pemantauan BI dari waktu ke waktu untuk menentukan respons ke depannya. "Kami memantau risiko-risiko yang muncul dari kenaikan Fed Fund Rate dan perkembangan kenaikan yield US Treasury Bond dan ketegangan perdagangan. Interest rate kami pantau sejauh ini masih memberikan daya tarik," jelasnya.

BI menilai pelonggaran kebijakan makroprudensial dapat meningkatkan fleksibilitas manajemen likuiditas dan intermediasi perbankan bagi pertumbuhan ekonomi.

Risiko global yang menjadi perhatian BI terutama terkait ketidakpastian pasar keuangan global. Ekonomi AS diperkirakan tumbuh tinggi dengan inflasi yang semakin meningkat. Sementara pertumbuhan ekonomi Eropa terindikasi tidak sekuat prakiraan sebelumnya dan pertumbuhan ekonomi Cina juga belum meningkat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement