REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hasan Basri Tanjung
JAKARTA -- Dahulu, seorang sahabat bernama Abdullah ibnu Amir RA menceritakan pengalamannya semasa kecil. "Suatu hari, ibu memanggilku, 'Kemarilah, aku akan memberimu sesuatu.'" Rasulullah SAW yang berada bersama kami bertanya, "Apakah yang akan kau berikan kepadanya?" "Ibuku menjawab, 'Aku akan memberinya buah kurma.'" Rasulullah SAW bersabda, "Jika engkau tidak memberikan sesuatu maka dicatat bagimu sebagai kebohongan." (HR Abu Dawud).
Menarik sekali kisah singkat ini jika ditarik ke tengah persoalan pendidikan anak-anak kita. Bagaimana tidak, mengha dapi tahun ajaran baru 2018, sebagian orang tua sengaja berbohong di hadapan anaknya. Masih segar dalam ingatan, ketika para orang tua dari keluarga berada tersebut membuat Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) di kantor desa agar anaknya diterima di sekolah favorit.
Sungguh, kejadian tersebut menambah keprihatinan kita dalam upaya melahirkan generasi terbaik dan pemimpin umat masa depan. Bukankah orang tua tersebut telah berdusta dan mengajarkan kebohongan kepada anaknya, sekaligus mengingkari karunia Allah SWT? Lalu, apa yang akan terjadi pada anak bangsa ini jika ketidakjujuran dilakukan secara sadar dan kolektif?
Orang tua dan semua stakeholder pendidikan mesti mengubah paradigma tentang sekolah. Sekolah anak kita bukan hanya persekolahan formal, melainkan juga keluarga, di mana orang tua sebagai gurunya. Kemudian, orang tua wajib memilih sekolah terbaik untuk anaknya dengan tiga kriteria utama berikut:
Pertama, menanamkan akidah tauhid, yakni mengenal Allah SWT yang wajib disembah (ma'rifatullah). Pendidik sejati Lukman al-Hakim, Nabi Ibrahim AS, dan Nabi Yakub AS juga menanam tauhid kepada anakanaknya sejak dini (QS 31:13, 131-133). Sebab, tauhid merupakan pangkal dan akhir kehidupan yang harus dipegang teguh (QS 2:156), juga kepasrahan dalam segala pengabdiannya (QS 6: 162).
Kedua, mengajarkan ibadah kepada Allah SWT. Anak-anak dibimbing cara taharah, shalat fardhu dan sunah, menunaikan zakat, puasa, dan haji serta, mem baca Alquran dengan benar sebagai nilai utama dalam Islam. Orang tua selalu berharap agar setelah anaknya lulus nanti akan rajin shalat, puasa, dan pandai mengaji. Untuk mencapainya, diperlukan guru yang baik dan lingkungan kondusif (QS 31: 17).
Ketiga, mendidik adab mulia (akhlak karimah). Sekolah terbaik mampu menanamkan karakter yang baik pada diri anak. Indikator keberhasilan pembelajaran akan tampak pada perilaku yang baik dalam keseharian. Pendidikan karakter tidak bisa dilakukan spontan dan instan, tetapi membutuhkan proses, pembiasaan, dan waktu, seperti layaknya menanam pohon yang bagus (QS 14: 24-25).
Tujuan pendidikan Islam itu melahirkan orang baik (beradab). Oleh karena itu, orang tua sebagai guru utama dan guru sebagai orang tua kedua bersinergi menjaga komitmen dan keteladanan agar anak-anak mendapat sekolah terbaik dalam menjalani kehidupannya. Allahua'lam bish-shawab.