Jumat 20 Jul 2018 17:39 WIB

Ada Hidup yang Tertunda dalam Film 22 Menit

Film garapan Eugene Panji dan Myrna Paramita mengangkat kisah di balik bom Sarinah

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Salah satu aktor pemeran dalam film 22 Menit, Ario Bayu, berpose saat melakukan kunjungan ke Kantor Berita Antara, di Museum dan Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta, Kamis (5/7).
Foto: Antara/Ismar Patrizki
Salah satu aktor pemeran dalam film 22 Menit, Ario Bayu, berpose saat melakukan kunjungan ke Kantor Berita Antara, di Museum dan Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta, Kamis (5/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bercerita tentang upaya Polri menanggulangi terorisme saat Bom Thamrin 2016, Film 22 menit berhasil menampilkan sisi lain yang terjadi saat kejadian tersebut. Film garapan Eugene Panji dan Myrna Paramita berusaha mengungkap bom yang terjadi di kawasan Sarinah itu pada intinya seperti menunda kehidupan banyak orang. 

Film yang resmi tayang kemarin (19/7) itu disajikan dengan suguhan aksi drama. Penonton tak hanya disuguhkan aksi heroik polisi melumpuhkan teroris namun juga mengungkapkan ada banyak kehidupan yang hancur akibat kejadian tersebut. 

Untuk menyampaikan banyaknya kehidupan yang tertunda akibat kejadian bom tersebut, Eugene dan Myrna tidak hanya fokus pada satu tokoh utama saja. Kehidupan pertama yang diangkat yaitu korban bom Thamrin, office boy Bank Bangkok yang kepalanya tertembak di bagian pelipis kiri saat berada di sekitar tempat perbelanjaan Sarinah. 

Fakta tersebut diangkat oleh Eugene dan Myrna dan diperankan oleh Ence bagus sebagai Anas. Anas yang menjadi tulang punggung untuk ibu dan kakaknya yang pengangguran justru menjadi korban bom. Padahal kala itu Anas ingin memperkenalkan kakaknya kepada temannya untuk mencari kerja. Belum sempat bertemu namun Anas sudah meninggal karena tembakan di kepalanya. 

Selanjutnya tokoh polisi yang menjadi anggota unit antiterorisme yang diperankan Ario Bayu sebagai Ardi. Melihat sosok ini tentu kita diingatkan oleh banyaknya foto tim polisi yang beredar seperti di film action saat baku tembak melumpuhkan teroris di kawasan Sarinah tersebut. 

Tugas Ardi sebagai anggota unit terorisme bisa saja mengancam jiwanya. Meski berhasil melumpuhkan teroris, namun beberapa kali Ardi digambarkan hampir saja tertembak peluru dari teroris.

Dibalik tantangan pekerjaannya itu, Ardi harus mengantarkan putri kecilnya sekolah setiap pagi. Ketika pagi sebelum kejadian bom tersebut, putrinya sempat menitipkan sebuah surat kecil untuk menyampaikan rasa cinta kepada ayahnya itu namun berpesan tidak boleh dibuka sebelum sampai di rumah. Ardi nyaris saja tidak bisa membuka surat dari anaknya itu jika ia kalah dalam baku tembak dengan teroris. 

Selain dua tokoh tersebut, Film 22 menit juga berusaha menggambarkan apa yang terjadi di salah satu caffee kopi kawasan Sarinah yang menjadi lokasi bom bunuh diri Thamrin. Eugene dan Myrna berusaha menceritakan ada banyak kehidupan dan urusan yang harus dituntaskan semua penggunjung tempat minum kopi tersebut.

Ada yang sedang menyelesaikan bahan pertemuan di kantor, ibu yang mengajak anaknya sarapan, hingga warga asing yang sudah berjanji ingin bertemu dengan keluarganya namun semuanya justru menjadi korban bom bunuh diri. 

Dari semua kejadian tersebut, polisi berhasil menanggulangi aksi terorisme Bom Thamrin selama 22 menit yang juga menjadi judul film tersebut. Film berdurasi hampir 80 menit itu mampu mengingatkan penonton apa yang terjadi saat kejadian Bom Thamrin hingga dampak yang terjadi usai kejadian tersebut. Begitu juga adanya sisipan penanganan polisi yang mengungkap kejadian bom setelahnya yang berkaitan dengan pelaku Bom Thamrin. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement