Sabtu 21 Jul 2018 14:33 WIB

AS Peringatkan Rusia dan Cina Soal Korut

Pekan lalu AS mengeluh kepada komite sanksi Korut di Dewan Keamanan PBB

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong-un membuat kesepakatan pelucutan senjata nuklir
Foto: AP
Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong-un membuat kesepakatan pelucutan senjata nuklir

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) memperingatkan dunia, terutama Rusia dan Cina, untuk mempertahankan dan menegakkan sanksi terhadap Korea Utara (Korut). Pelonggaran sanksi tidak boleh terjadi hingga Pyongyang memenuhi janjinya melakukan denuklirisasi. 

"Pemimpin Kim (Jong-un) telah berjanji bahwa dia siap untuk denuklirisasi. Ruang lingkup dan skala yang disepakati. Orang Korut mengerti apa artinya itu," kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo setelah memberi pengarahan di Dewan Keamanan PBB di New York pada Jumat (20/7).

Namun hingga kini, belum ada perkembangan signifikan terkait denuklirisasi yang dijanjikan Kim. "Kita perlu melihat pemimpin Kim melakukan apa yang dia janjikan kepada dunia yang akan dia lakukan," ujar Pompeo.

Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley, yang mendampingi Pompeo, menyatakan hal serupa. "Kami tidak dapat melakukan satu hal hingga kami melihat Korut menanggapi janji mereka untuk denuklirisasi. Kita harus melihat semacam tindakan," katanya.

Pekan lalu AS mengeluh kepada komite sanksi Korut di Dewan Keamanan PBB. AS menyebut pada 30 Mei, telah terjadi 89 pengalihan kapal ilegal ke kapal produk minyak olahan tahun ini oleh Pyongyang yang jelas melanggar sanksi-sanksi PBB.

Baca juga:

Cina Larang Ekspor ke Korut

AS: Rusia Surga Pekerja Korut

AS meminta komite menghentikan ekspor minyak mentah ke Korut. Namun Rusia dan Cina menahan permintaan tersebut dan meminta AS memberikan informasi yang lebih detail terkait tuduhannya. Hal ini yang membuat Haley geram dan memperingatkan kedua negara agar tetap menegakkan sanksi terhadap Korut.

"Apa yang mereka katakan kepada kami? Apakah mereka mengatakan kepada kami bahwa mereka ingin terus memasok minyak ini? Mereka mengklaim bahwa mereka membutuhkan lebih banyak informasi, kami tidak memerlukan informasi lagi," kata Haley.

"Kami memberi tekanan hari ini pada Cina dan Rusia untuk tinggal dan menjadi penolong yang baik melalui situasi ini serta membantu kami melanjutkan denuklirisasi," kata Haley menambahkan.

Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy mengatakan tidak ada alasan bagi Haley untuk mencela negaranya terkait isu Korut. "Kami mematuhi semua keputusan. Kami hanya mengajukan pertanyaan sepenuhnya sesuai dengan peraturan komite sanksi. Kami tidak memblokir apa pun, kami menahannya. Dia (Haley) perlu belajar lebih banyak dasar," ucap Polyanskiy.

Sementara Duta Besar Cina untuk PBB Ma Zhaoxu mengungkapkan negaranya berkomitmen terhadap misi denuklirisasi di Semenanjung Korea dan mempromosikan dialog serta negosiasi. "Semua orang harus sepenuhnya menerapkan resolusi yang disahkan Dewan Keamanan (PBB)," katanya.

Pada 12 Juni, Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un telah menandatangani sebuah kesepakatan ketika bertemu di Singapura. Adapun isi kesepakatan itu, pertama Korut dan AS setuju menjalin hubungan baru yang mengarah ke perdamaian.

Kedua, baik AS maupun Korut setuju untuk membangun rezim yang stabil di Semenanjung Korea. Ketiga, mengacu pada Deklarasi Panmunjeom, Korut menyatakan berkomitmen melakukan denuklirisasi menyeluruh di Semenanjung Korea.

Kemudian terakhir, kedua negara sepakat memulangkan tahanan perang atau tentara yang dinyatakan hilang yang telah teridentifikasi.

Kendati telah menghasilkan kesepakatan, sama seperti Uni Eropa, AS menyatakan sanksi terhadap Korut tak akan dicabut. Sanksi baru akan dilepaskan ketika negara tersebut melakukan denuklirisasi secara penuh dan lengkap.

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement