Ahad 22 Jul 2018 14:53 WIB

Nelayan Kecil Alami Paceklik

Musim paceklik terjadi sepanjang Juli – September.

Rep: Lilis Handayani/ Red: Dwi Murdaningsih
Sejumlah nelayan menarik jaring pukat di atas perahu di Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis (19/7).
Foto: Antara/Akbar Tado
Sejumlah nelayan menarik jaring pukat di atas perahu di Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis (19/7).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Mayoritas nelayan kecil di Kabupaten Indramayu saat ini mengalami paceklik. Mereka tak bisa melaut akibat cuaca yang kurang bersahabat maupun sulitnya menangkap ikan di laut.

"Hanya sekitar 30 persen saja nelayan kecil yang berani melaut dengan kondisi seperti ini,’’ ujar Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Indramayu, Dedi Aryanto kepada Republika.co.id, Ahad (22/7).

Dedi menyatakan, cuaca yang tak menentu seperti sekarang menyulitkan nelayan dengan perahu kecil untuk berlayar. Ditambah lagi, di laut kini sedang terjadi musim paceklik ikan.

Menurut versi nelayan, musim paceklik ikan dikarenakan arus bawah air yang deras dan air menjadi keruh akibat ombak. Selain itu, juga karena ikan saat ini ada di daerah yang cukup jauh dari pantai dan berlindung di daerah yang berkarang.

"Suhu yang panas pada air laut juga berpengaruh pada migrasi ikan yang lebih memilih air laut yang hangat," kata Dedi.

Dedi menyebutkan, musim paceklik ikan rutin terjadi setiap tahun. Biasanya, musim paceklik terjadi sepanjang Juli-September.

Dedi menyatakan, jika pun nelayan tetap memaksakan berangkat melaut, maka hasil tangkapannya hanya cukup untuk menutupi perbekalan/biaya melaut saja. Karena itu, sebagian besar nelayan memilih untuk tidak melaut dan menyandarkan perahu mereka di muara-muara sungai setempat.

Terjadinya musim paceklik di laut, membuat para nelayan juga mengalami paceklik di darat. Beruntung, saat ini di sejumlah daerah di Kabupaten Indramayu sedang berlangsung musim panen padi di sawah maupun panen garam di tambak.

"Untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari, sebagian nelayan ada yang jadi buruh tani, ada yang jadi buruh di tambak garam, ada juga yang terpaksa berutang ke warung-warung," kata Dedi.

Sementara itu, salah seorang nelayan di daerah Glayem, Kecamatan Juntinyuat, Rusmanto, menuturkan, sudah hampir seminggu terakhir ini tak melaut. Sebab, ikan di laut sulit ditangkap.

"Hasil tangkapan cuma bisa untuk nutup modal. Kalaupun ada lebihnya, cuma sedikit,’’ tutur Rusmanto.

Rusmanto kemudian diajak oleh saudaranya untuk menjadi buruh panen di sawah milik warga. Hasilnya pun cukup untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement