REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa mengapresiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena membongkar jual beli kamar dan izin di Lapas Sukamiskin. Di sisi lain, ia menilai adanya kasus jual beli kamar dan izin di Lapas Sukamiskin menunjukkan ada ketidakberesan koordinasi dan supervisi antara penegak hukum.
“Ini kan sebenarnya wilayah saber pungli, yang jadi soal adalah bentuk koordinasi dan supervisi antara KPK dan polisi saya melihat bahwa ada yang tidak beres," ujar Desmond di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (23/7).
Ia menerangkan ketidakberesan itu karena persoalan jual beli fasilitas di lapas ini seharusnya menjadi wilayah saber pungli. Dalam hal ini, ia mengatakan, wilayah saber pungli itu seharusnya yang paling depan adalah Polri, bukan KPK.
Desmond menilai penindakan KPK sesuai peruntukannya, yakni menindak sekelas pejabat negara bukan aparatur sipil negara. Semestinya, dalam penindakan di Lapas Sukamiskin tersebut, KPK juga harus terlebih dahulu berkoordinasi dengan penegak hukum lainnya.
"Ada sesuatu yang tidak beres, benar terjadi di lapas, tetapi tindakan-tindakan itu tentunya antara lembaga lembaga hukum harus saling berkoordinasi," kata dia.
Karena itu, dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan KPK pada Senin (23/7) hari ini, Komisi III mencecar perihal koordinasi dan supervisi antara KPK dan Polri maupun Dirjen Lapas Kemenkumham.
"Pernah nggak dilakukan? Kalau pernah dilakukan dan Polri tidak melakukan apa yang diinformasikan KPK, wajar KPK melakukan tindakan yamg kemarin di Lapas Sukamiskin," ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra tersebut.
Untuk itu, ia menilai perlunya evaluasi apakah koordinasi dan supervisi antara penegak hukum telah berjalan atau tidak. Kalau ada, ia pun mempertanyakan sikap kepolisian, Kemenkumham, dan KPK.
"Kalau tidak dijalankan bentuk koordinasi dan supervisi ada pertanyaan ada egoisme kelembagaan antar penegak hukum di Rwpublik ini," ujar Desmond.