REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DRP) Filipina gagal memenuhi ratifikasi Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait otonomi Bangsamoro di Minandao Filipina Selatan. Otonomi belum bisa diberikan mengingat adanya konflik kepemimpinan dalam tubuh parlemen.
"Kami menyayangkan otonomi Bangsamoro gagal diratifikasi sebelum penandatanganan dilakukan hari ini. Kami memandang itu sebagai kemunduran sementara," kata Juru Bicara Kepresidenan Harry Roque.
Rancangan undang-undang Bangsamoro itu diharapkan dapat menimbulkan stabilisasi di tengah konflik yang terjadi selama lima dekade belakangan. Lebih dari 100 ribu orang dilaporkan tewas dalam konflik tersebut. Konflik juga telah membuat sekitar dua juta warga kehilangan tempat tinggal mereka.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte semula dijadwalkan akan menandatangani RUU tersebut. Namun, konflik kepemimpinan itu timbul beberapa jam sebelum Presiden Duterte meresmikan UU yang dimaksud.
Setelahnya Duterte dijadwalkan untuk memberikan pidato kenegaraan usai menandatangani kesepakatan tersebut. Sayangnya, ribuan pendemo mendatangi lokasi gedung DPR yang akan menjadi lokasi pidato Duterte. Negosiasi dilakukan bersama dengan kelompok Muslim terbesar di negara tersebut.
Pemerintah Filipina sebelumnya telah melakukan diskusi terkait UU tersebut selama dua dekade terakhir. Hingga kini belum ada reaksi dari kelompok Muslim yang berada di kawasan tersebut terkait hambatan RUU yang terjadi. Negosiasi yang diperantarai Malaysia itu juga bertujuan untuk mengangkat warga dari garis kemiskinan serta memberikan kuasa lebih bagi minoritas muslim untuk mengatur kawasan mereka.
Penasihat Presiden Jesus Dureza mengatakan, para anggota DPR sebenarnya tidak memiliki masalah terkait RUU otonomi tersebut. Dia mengatakan, sayangnya, pondasi hukum regional Bangsamoro itu terlibat pertikaian kepemimpinan di DPR.
"Tapi saya berharap jika undang-undang organik itu dapat segera diratifikasi," kata Jesus Dureza.
Otonomi Bangsamoro akan menjadi sebuah pencapaian positif secara signifikan bagi Presiden Duterte dan pemerintah Filipina. Dureza mengatakan, RUU itu akan memenuhi mimpi yang telah lama dinantikan oleh Bangsamoro.
UU tersebut akan mengizinkan pemerintahan Bangsamoro memiliki parlemen sendiri, menggunakan sebagian hasil pendapatan daerah, serta mengatur sumber daya alam secara mandiri. Mereka juga akan diberikan kewenangan untuk memasukkan hukum syariah ke dalam sistem peradilannya.
Meski demikian, mereka juga akan menerima tunjangan tetap dari pemerintah pusat. Pemberlakuan otonomi juga akan membuat kelompok Front Pembebasan Islam Moro (MILF) secara bertahap untuk membubarkan pasukan mereka yang berjumlah ribuan personel.
Sementara, pemerintahan negara barat mengaku khawatir dengan keputusan untuk meratifikasi RUU tersebut. Mereka berpendapat jika kebijakan itu berpotensi dimanfaatkan oleh kelompok militan dari Timur Tengah dan Asia Tenggara untuk melakukan pelatihan terhadap anggota mereka sekaligus berkolaborasi dengan pemberontak Filipina.
Bangsamoro adalah kelompok minoritas yang tinggal di Minandao di tengah mayoritas bangsa Filipina yang umumnya menganut kepercayaan kristen. Jika RUU disahkan maka akan menggantikan status otonomi muslim yang selama ini dikendalikan oleh pemerintah pusat di Manila.
RUU juga dinilai telah memenuhi sekitar 80 hinga 90 persen dari isi tuntutan kelompok oposisi MILF dalam kesepatan damai 2014. Pemimpin MILF sebelumnya juga mengaku puas dengan keberadaan RUU tersebut.