REPUBLIKA.CO.ID, Mesut Oezil telah resmi mengumumkan pengunduran dirinya dari timnas Jerman. Lewat media sosial, Oezil (29) mengumumkan pengunduran diri pada Ahad (22/7), menyinggung rasialisme dan diskriminasi sebagai salah satu penyebab utama.
Habis manis sepah dibuang. Mungkin itu pepatah yang pas untuk menggambarkan kiprah Oezil bersama timnas Jerman. Gelandang Arsenal itu adalah salah satu pemain kunci Jerman yang menjadi juara dunia pada 2014.
Sejak bergabung dengan skuat der Panzer pada 2009, Oezil adalah pemegang rekor 33 assist, terbanyak di antara pemain Jerman. Bahkan, saat Jerman terpuruk pada Piala Dunia 2018 di Rusia, berdasarkan catatan Opta, Oezil menjadi pemain yang paling banyak menciptakan peluang dalam 90 menit laga.
"Saya seorang Jerman saat juara, tapi saya adalah imigran ketika kalah. Adakah kriteria untuk menjadi sepenuhnya Jerman yang tidak cocok dengan diri saya? Teman saya Podolski dan Klose tidak pernah disinggung sebagai keturunan Jerman-Polandia, jadi mengapa saya disebut sebagai Jerman-Turki? Apakah karena saya keturunan Turki? Atau karena saya adalah seorang Muslim?" kata Oezil dalam keterangan resminya, Ahad.
The past couple of weeks have given me time to reflect, and time to think over the events of the last few months. Consequently, I want to share my thoughts and feelings about what has happened. pic.twitter.com/WpWrlHxx74
— Mesut Özil (@MesutOzil1088) July 22, 2018
Oezil yang merupakan seorang keturunan Turki, pernah dipuja-puja saat Jerman menjadi jara dunia empat tahun silam. Namun kini, dia yang paling disalahkan atas kegagalan Jerman.
Foto Oezil bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Mei, kemudian menjadi bahan bakar para fan untuk menyerang Oezil pascagelaran Piala Dunia 2018. Kepala Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB) Reinhard Grindel pun bukannya membela, malah ikut-ikutan menyalahkan Oezil sebagai biang kegagalan Jerman di Rusia.
Foto Mesut Oezil bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (AP)
Pengunduran diri Oezil akhir pekan lalu pun hingga kini terus memicu perdebatan soal hubungan negara itu dengan komunitas imigran yang sangat besar di Jerman. Salah satu politikus Jerman keturunan Turki, Cem Ozdemir, menyatakan, akan sulit bagi kepala DFB tetap pada jabatannya sekarang. Pamitnya Oezil, hanya akan diterima oleh mereka yang berseberangan dengan keberagaman di Jerman.
"Akan sulit bagi Grindel setelah ini," kata Ozdemir kepada Radio Deutschlandfunk.
Ozdemir menilai, Grindel tidak merefleksikan ruh dari sepak bola Jerman sehingga akan sulit bagi pesepak bola keturunan untuk merasakan bahwa DFB adalah milik mereka.
Ia menambahkan, terlepas dari sikap naif Oezil, kepergiannya dari timnas Jerman adalah, "Berita bagus untuk Erdogan, AfD (Partai Sayap Kanan Jerman), dan semua yang selama ini menentang keberagaman di Jerman."
Gokay Sofuoglu, pemimpin komunitas Turki di Jerman, mendesak Grindel untuk mengundurkan diri. "Keberagaman di timnas Jerman adalah proyek terbaik yang kini dalam risiko kejatuhan lantaran ketidakkompetenan pemimpinnya," kata Sofuoglu.
Mantan presiden DFB, Theo Zwanziger, dikutip media Jerman menyatakan, DFB tidak cukup berbuat untuk memecahkan masalah konflik seusai Piala Dunia 2018. "Kesalahan komunikasi berarti sesuatu terjadi yang seharusnya tidak terjadi pada imigran: Mereka tidak boleh merasa sebagai warga kelas dua Jerman," ujar Zwanziger.
“Pengunduran diri Oezil adalah kemunduran besar upaya integrasi lewat sepak bola di negara kami," kata Zwanziger menambahkan.
Juru bicara dari Kanselir Angela Merkel pada Senin (23/7) menyatakan, sekitar tiga juta warga keturunan Turki di Jerman semua terintegrasi. Dia menyatakan, Jerman adalah 'negara kosmopolitan' di mana masyarakat dengan latar belakang imigran diterima dengan baik dan berperan besar dalam upaya integrasi. Merkel pun menilai Oezil sebagai pesepak bola besar.
Bintang timnas Jerman, Jerome Boateng, seorang keturunan Ghana yang lahir di Berlin, mengunggah foto dirinya bersama Oezil dengan kutipan, "Sebuah kehormatan Abi." Abi dalam bahasa Turki memiliki arti saudara.
Es war mir eine Freude, Abi 🙏🏽 // It was a pleasure Abi 🙏🏽 @MesutOzil1088 #u21europeanchampion2009 #worldchampion2014 pic.twitter.com/NF1uz8sUiK
— Jerome Boateng (@JB17Official) July 23, 2018
Dalam sejarahnya, ratusan ribu warga keturunan Turki datang ke Jerman pada 1960-an. Mereka kebanyakan kemudian menjadi buruh sebagai 'pekerja tamu'.
Survei dari Pusat Ilmu Sosial Berlin, WZB, pada Juni menunjukkan, warga Jerman keturunan Turki, sama seperti warga dengan latar belakang imigran lainnya, mengalami diskriminasi saat mereka melamar kerja.
Lembaga swadaya masyarakat Inggris yang peduli terhadap isu antidiskriminasi, Kick It Out, menyatakan, perlakukan rasialis terhadap Oezil oleh media, suporter, dan masyarakat sangat mengecewakan. Menurut mereka, kasus Oezil merefleksikan apa yang dihadapi para pesepak bola Eropa yang memiliki darah keturunan campuran.
Namun, Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mempertanyakan perdebatan seusai Oezil mundur. "Saya tidak percaya dalam kasus seorang multijutawan yang tinggal dan bekerja di Inggris memberikan banyak wawasan kepada kesuksesan atau kegagalan integrasi di Jerman," demikian opininya.
Di Turki, para politikus memuji langkah berani yang telah diambil Oezil dan mengecam semua pihak yang menyerang pemain Muslim itu. Sponsor utama Oezil, Adidas, juga menyatakan akan tetap mendukung Oezil.
"Apa yang dilalui Oezil dan bagaimana perlakukan terhadapnya itu tidak bisa dimaafkan. Tidak ada pembenaran bagi rasialisme dan diskriminasi," kata penasihat senior Erdogan, Gulnur Aybet, lewat akun Twitter-nya.
What Mesut Özil went through and how he was treated is unforgivable. There is NO excuse for racism and discrimination. Mr Özil took a brave stand against this despicable behavior by sadly resigning from a job he obviously enjoyed,worked hard to get & had pride in #EuropeanValues? https://t.co/sUYQkKnaUb
— Gülnur Aybet (@Gulnuray) July 22, 2018