REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte, dalam pidato kenegaraan tahunan pada Senin (23/7), mengaku akan meneruskan momentum kebijakan perang narkoba berdarah sebagaimana sudah dilakukan sepanjang dua tahun terakhir.
Di depan para anggota Kongres, Duterte mengatakan perang terhadap narkoba yang telah menewaskan ribuan orang sehingga dikecam dunia internasional masih jauh dari kata usai. "Perang terhadap obat-obatan terlarang tidak akan dikesampingkan. Kami akan melakukannya dengan tegas dan menakutkan sebagaimana pertama kali dijalankan," kata Duterte, yang kebijakannya kini sedang diselidiki Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC).
"Jika perhatian kalian tertuju pada hak asasi manusia, maka perhatian saya adalah kehidupan manusia," kata dia sambil menambahkan perang narkoba bertujuan menghentikan obat-obatan yang telah menghancurkan keluarga Filipina.
Sejak kebijakan perang narkoba dimulai, polisi di negara Asia Tenggara itu telah menewaskan lebih dari 4.500 orang yang diduga menjadi pengedar dan menolak ditangkap. Para aktivis HAM mengaku prihatin atas pertumpahan darah tersebut, dan mengatakan ribuan orang telah dibunuh dalam upaya sistematis untuk membersihkan pengguna narkoba dari kelompok masyarakat miskin.
Duterte membacakan pidatonya selama 50 menit, di antaranya meminta Kongres mengesahkan undang-undang larangan kontrak kerja jangka pendek. Dia juga berjanji semakin agresif dalam upaya melindungi lingkungan hidup.
Selain itu, dia berjanji akan segera menandatangani undang-undang otonomi bagi kawasan Muslim untuk mencegah penyebaran pengaruh kelompok bersenjata ISIS.
Dalam hubungannya dengan Cina, Duterte menegaskan tidak akan mengkompromikan keutuhan wilayah dan kepentingan Filipina dalam kaitannya dengan sengketa wilayah Laut Cina Selatan. Di bawah kepemimpinan Duterte, hubungan antara Filipina dan Cina terus membaik. Cina akan memberikan pinjaman, hibah, dan investasi untuk mendukung program pembangunan infrastruktur dari Duterte yang akan memakan biaya sebesar 180 miliar dolar AS.
Sementara itu, di luar gedung Kongres, ribuan pengunjuk rasa dari kelompok gereja, perempuan, dan serikat kerja mengecam kebijakan Duterte yang dianggap anti terhadap kelompok masyarakat miskin. Mereka bahkan sempat membakar boneka sang presiden.
Unjuk rasa tandingan dari pendukung Duterte juga digelar tidak jauh darinya. Para pengkritik Duterte mengatakan kebijakan perang narkoba dari sang presiden telah gagal. Sementara itu Senator Risa Hontiveros mengaku seperti melihat dan mendengar siaran ulang film buruk saat Duterte berpidato.