REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Penduduk asli Muslim Bangsamoro di Mindanao, Filipina, gagal menjadikan wilayah tersebut sebagai otonomi mereka. Parlemen negara mayoritas Kristen tersebut batal meratifikasi rancangan undang-undang (RUU) untuk ditandatangani oleh Presiden Rodrigo Duterte pada Senin (23/7).
Beberapa jam sebelum pidato kenegaraan State of the Nation Address (SONA) Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang ketiga, senat meratifikasi UU Organik Bangsamoro untuk menciptakan Daerah Otonom Bangsamoro di wilayah Muslim Mindanao. Akan tetapi, Dewan Perwakilan belum melakukan hal yang sama. Daerah otonomi Bangsamoro gagal terbentuk.
Duterte, presiden pertama yang berasal dari Mindanao, sebelumnya menyatakan RUU itu mendesak, mendorong Kongres untuk mempercepat pengesahannya. Komite konferensi badan legislatif menyetujui versi terakhir dari RUU itu pada 18 Juli.
Gagalnya ratifikasi RUU tersebut terjadi akibat konflik kepemimpinan yang timbul beberapa jam sebelum Presiden Duterte meresmikannya. Setelahnya Duterte dijadwalkan untuk memberikan pidato kenegaraan (SONA) seusai menandatangani kesepakatan tersebut. Ribuan pendemo mendatangi lokasi gedung DPR yang akan menjadi lokasi pidato Duterte. Negosiasi dilakukan bersama dengan kelompok Muslim terbesar di negara tersebut.
Istana Malacañang menyatakan kekecewaan atas kegagalan DPR untuk meratifikasi RUU Organik Bangsamoro di hari SONA.
"Kami menyayangkan otonomi Bangsamoro gagal diratifikasi sebelum penandatanganan dilakukan hari ini. Kami memandang itu sebagai kemunduran sementara," kata Juru Bicara Kepresidenan Harry Roque, seperti dilansir Aljazirah, Selasa (24/7).
Penasihat Presiden Jesus Dureza mengatakan, para anggota parlemen sebenarnya tidak memiliki masalah terkait RUU otonomi tersebut. Namun sayangnya, fondasi hukum regional Bangsamoro itu terlibat pertikaian kepemimpinan di DPR.
"Tapi, saya berharap jika undang-undang organik itu dapat segera diratifikasi," kata Jesus Dureza.