REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang fokus untuk menanggulangi faktor-faktor yang menghambat kepastian berinvestasi, pembangunan infrastruktur, dan pengembangan wilayah. Salah satu faktor utamanya adalah permasalahan tumpang tindih kebijakan antar lembaga pemerintah terutama dalam hal perizinan dan pemanfaatan ruang.
Kebijakan Satu Peta (KSP) menjadi upaya Pemerintah untuk mewujudkan peta dengan satu referensi dan satu standar. Agar dapat dijadikan acuan bersama penyusunan perencanaan pembangunan berbasis spasial.
Pada tahun 2016, Pemerintah telah meluncurkan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2016 mengenai Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (PKSP). Kebijakan Satu Peta dilaksanakan pada tingkat ketelitian skala 1:50.000 karena peta tematik skala 1:50.000 saat ini menjadi dasar dalam penerbitan izin dan hak atas tanah di Indonesia.
Kedepannya, Kebijakan Satu Peta dapat berkembang ke skala yang lebih detail. Demk mendukung perencanaan pembangunan serta penerbitan izin yang lebih akurat dan terbebas dari tumpang tindih ke depannya.
Kebijakan Satu Peta dilaksanakan dalam 3 kegiatan utama, yaitu (1) Kompilasi – pengumpulan peta tematik, (2) Integrasi – koreksi peta tematik terhadap peta dasar, dan (3) Sinkronisasi – penyelesaian permasalahan tumpang tindih antar peta tematik. Sejak 2016, Sekretariat Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta telah menyelesaikan Kompilasi untuk 82 dari 85 peta tematik (96 persen) dari 19 K/L Wali Data dan Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten atau kota di 34 provinsi.
Tiga peta tematik belum terkompilasi karena belum tersedia secara nasional. Kegiatan Integrasi secara keseluruhan telah selesai sebesar 84 persen, dengan kemajuan yang bervariasi di masing-masing wilayah.
Kemajuan Integrasi di masing-masing wilayah adalah sebagai berikut: Kalimantan 86 persen, Sumatera 93 persen, Sulawesi 92 persen, Bali dan Nusa Tenggara 83.5 persen, Jawa 82 persen, Maluku 76 persen dan Papua 74 persen. Peta tematik hasil Integrasi tersebut sudah diinput ke dalam Geoportal Kebijakan Satu Peta dan akan dapat diakses oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah pada Peresmian (Soft Launching) Kebijakan Satu peta di Bulan Agustus 2018 di http://portalksp.ina-sdi.or.id (belum bisa diakses saat ini).
Terhadap peta tematik hasil Integrasi tersebut, Sekretariat Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta mengidentifikasi permasalahan tumpang tindih yang dimulai dari wilayah Kalimantan sesuai instruksi Presiden. Kerangka kerja dan pendekatan yang dipergunakan di Kalimantan akan direplikasikan untuk menyelesaikan permasalahan tumpang tindih di wilayah lainnya.
Saat ini telah teridentifikasi sejumlah permasalahan tumpang tindih di Kalimantan. Di antaranya permasalahan pemanfaatan hutan, pemanfaatan Sumber Daya Alam, dan perizinan.
"Kebijakan Satu Peta akan berperan penting dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan pembangunan, meningkatkan kemudahan berinvestasi, serta menyelesaikan sengketa pemanfaatan lahan dan konflik perizinan," kata Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo.
Deputi Informasi Geospasial Tematik Badan informasi Geospasial, Nurwadjedi mengatakan perbaruan peta kedepannya menjadi sangat penting. Demi memastikan seluruh peta tematik Kebijakan Satu Peta sesuai dengan kondisi eksisting di lapangan dan terhindar dari tumpang tindih ke depannya.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu komitmen yang kuat dari masing-masing Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan. Untuk memperbarui dan memanfaatkan hasil Kebijakan Satu Peta dalam penyelenggaraan pembangunan sangat dibutuhkan untuk memastikan kesuksesan Kebijakan Satu Peta. Dengan demikian Kebijakan Satu Peta dapat mewujudkan pembangunan Indonesia yang efektif dan berkeadilan.