REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengonfirmasi, defisit neraca transaksi berjalan pada 2018 akan melebihi kisaran 25 miliar dolar AS. Menurut Perry, tantangan dari sisi perdagangan tahun ini akan cukup berat.
"Neraca transaksi berjalan ini berat. Tekornya tambah besar karena ekspor cukup meningkat tapi impornya lebih besar," kata Perry di kompleks BI, Jakarta pada Rabu (25/7).
Perry menyebut, defisit transaksi berjalan akan lebih besar dari tahun lalu yang sebesar 17 miliar dolar AS menjadi lebih dari 25 miliar dolar AS pada tahun ini. "Defisit transaksi lebih besar dari 17 miliar dolar AS ke 25 miliar AS atau lebih," kata Perry.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara juga menyebut tingkat defisit neraca transaksi berjalan tahun ini akan mencapai 25 miliar dolar AS. Angka itu lebih tinggi dari defisit tahun lalu yang sebesar 17,53 miliar dolar AS atau 1,73 persen dari PDB.
"Tahun ini (defisit neraca transaksi berjalan) 25 miliar dollar atau mungkin lebih," kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara di kompleks parlemen, Jakarta pada Rabu (25/7).
Mirza mengatakan, untuk memperbaikinya Indonesia membutuhkan arus modal asing baik dalam bentuk penanaman modal asing (PMA), portofolio, dan utang luar negeri.
"Portofolio ini bisa dalam bentuk mereka beli Surat Berharga Negara (SBN), saham di pasar modal, atau mereka beli Sertifikat Bank Indonesia (SBI)," kata Mirza.
Baca: BI Prediksi Defisit Transaksi Berjalan Memburuk