Jumat 27 Jul 2018 14:56 WIB

Pentingnya Moderasi Islam di Negara Konflik

Sentimen keagamaan kerap digunakan untuk hal-hal yang destruktif

Rep: M Nursamsyi/ Red: Agung Sasongko
Gubernur NTB TGB Zainul Majdi bersama Mantan rektor Universitas al-Azhar Mesir, Ibrahim Sholah al- Hudhud, dan Imam Besar Masjid Syaikh Abdul Qodir Jaelani, Baghdad, Irak, Anas Mahmud Kholaf membuka Konferensi Ulama Internasional di Ballroom Islamic Center NTB, Mataram, NTB, Jumat (27/7).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Gubernur NTB TGB Zainul Majdi bersama Mantan rektor Universitas al-Azhar Mesir, Ibrahim Sholah al- Hudhud, dan Imam Besar Masjid Syaikh Abdul Qodir Jaelani, Baghdad, Irak, Anas Mahmud Kholaf membuka Konferensi Ulama Internasional di Ballroom Islamic Center NTB, Mataram, NTB, Jumat (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Konferensi Ulama Internasional di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) resmi dibuka. Ratusan ulama dari 21 negara berkumpul di Pulau Seribu Masjid, julukan Lombok, pada Jumat (27/7) hingga Ahad (29/7).

Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) mengaku bersyukur para ulama dan tokoh Islam bisa hadir membahas moderasi Islam dalam pandangan ahlussunnah wal jamaah.

"Pembahasan tahun ini akan lebih detail terkait pandangan keagamaan, baik aspek teologis hukum Islam dan fikih sosial yaitu bagaimana konsep ahlussunnah dalam membangun relasi sosial yang konstruktif yang saling mengisi dengan seluruh umat manusia dan bahkan seluruh ciptaan Allah SWT," ujar TGB di sela-sela Konferensi Ulama Internasional di Islamic Center NTB, Jumat (27/7).

Konferensi kali ini, kata dia, lebih fokus mengkaji pemikiran-pemikiran implementatif yang dirumuskan para ulama sehingga bisa menggunakan hal itu. Tentu dengan disesuaikan dengan situasi dan tantangan agar pemikiran Islam di Indonesia tetap pada arus utama moderasi Islam

"Karena di situ lah letak keutuhan kita sebagai umat dan bangsa," lanjutnya.

TGB menyampaikan, kehadiran para ulama dari negara-negara Timur Tengah, termasuk negara yang didera konflik berkepanjangan menjadi bahan masukan berharga ketika sentimen keagaman digunakan untuk hal-hal yang destruktif memobilisasi umat untuk yang tidak baik, makan akan berujung pada kehancuran.

"Beliau-beliau ini saksi hidup dan bisa sampaikan pengalaman beliau yang menunjukan bahwa semangat keberagamaan itu tidak boleh dibiarkan lepas dan harus diarahkan sesuatu yang produktif untuk bangun umat dan bangsa," kata dia menambahkan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement