REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, mengatakan ada potensi para calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dicoret jika tidak segera mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik (parpol). Hasyim menegaskan KPU segera melakukan revisi terhadap aturan teknis tentang pencalonan anggota DPD.
"PKPU Pencalonan Anggota DPD akan segera kita ubah (revisi). Kami saat ini sedang berdiskusi dengan pakar hukum tata negara untuk menyikapi hal ini," ujar Hasyim di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (27/7) sore.
Perubahan ini, kata dia, sebagai tindak lanjut putusan MK yang melarang para pengurus parpol menjadi anggota DPD. Namun, menurut Hasyim, putusan MK itu tidak serta merta langsung menggugurkan para pengurus parpol yang saat ini telah mendaftar sebagai calon anggota DPD.
Sebab, saat ini revisi terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 14 Tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPD masih belum dilakukan. Jika hasil revisi sudah ada berupa kewajiban untuk mengundurkan diri sebagai pengurus parpol, maka KPU akan memberitahukan kepada parpol terlebih dulu.
"Kami beritahu bahwa pengurus parpol yang maju sebagai calon anggota DPD harus mundur. Kalau (tetap) tidak mau mengundurkan diri ya kami akan coret (pendaftarannya)," tegas Hasyim.
Baca juga: Bawaslu: Gerindra-PDIP tak Kembalikan Pakta Integritas Caleg
Namun, pencoretan itu dilakukan setelah ada daftar calon tetap (DCT). Sebelum DCT, ada proses penetapan daftar calon sementara (DCS) di mana masih bisa dilakukan perbaikan atas para calon anggota DPD yang tidak memenuhi syarat sebagai peraturan.
Sebelumnya, Komisioner KPU, Pramono Tanthowi, mengatakan calon anggota DPD masih bisa beralih menjadi caleg DPR. Hal ini dilakukan jika calon anggota DPD tidak ingin mundur dari jabatannya sebagai pengurus parpol.
Pramono mengungkapkan, berdasarkan audiensi antara KPU, Bawaslu dan DPD beberapa hari lalu, diketahui saat ini ada 78 anggota DPD yang juga merupakan pengurus parpol. Namun, Pramono belum dapat memastikan apakah seluruhnya kembali mencalonkan diri sebagai anggota DPD dalam pemilu mendatang.
Saat ini, lanjut dia, KPU masih menuntaskan aturan yang meminta para pengurus parpol harus mundur dari jabatannya jika tetap ingin maju sebagai calon anggota DPD. "Rencananya, (aturan) nanti akan meminta mereka mundur dari jabatannya dulu jika tetap maju sebagai calon anggota DPD. Nanti ada batasan waktu untuk menyerahkan pernyataan pengunduran dirinya. Misalnya saja, mereka harus mundur paling lambat satu hari sebelum penetapan daftar calon tetap (DCT)," jelas Pramono, Kamis (26/7).
Baca juga: Pertemuan Politik Kubu Jokowi Vs Prabowo Ini
Namun, bisa juga para calon anggota DPD yang saat ini mendaftar ke KPU mencabut pendaftarannya. "Kemudian, mereka lalu mendaftar sebagai caleg DPR atau DPRD. Itu boleh, silahkan saja. Kami beri waktu sampai 31 Juli ini," tegas Pramono.
Kesempatan mencabut dan mengalihkan pendaftaran ini menurutnya telah sesuai dengan jadwal masa perbaikan syarat pendaftaran caleg DPD. "Karena selama masa perbaikan itu kan alternatifnya ada dua (tindakan). Pertama, caleg parpol boleh melengkapi dokumen yang hilang. Atau kedua, mengganti caleg yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (dengan individu lain)," tutur Pramono.
Lebih lanjut dia pun mengungkapkan jika saat ini sudah ada sejumlah calon anggota DPD yang mengkomunikasikan tentang rencana perpindahan menjadi caleg DPR. "Ada beberapa orang yang bertanya dengan kami. Ada yang sejak awal memang mau beralih menjadi caleg DPR dan ada juga yang beralih karena ada putusan MK," tambah Pramono.
Sebelumnya, MK memutuskan mengabulkan permohonan uji materi atas pasal 128 huruf I UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Ketua MK, Anwar Usman, dalam putusannya menyatakan mengabulkan permohonan uji materi atas nama Muhammad Hafidz itu secara keseluruhan.
"Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya," kata Anwar Usman saat membacakan putusan di Gedung MK, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (23/7).
Baca juga: SBY: Pak Jokowi Tulus Mengajak Demokrat Bergabung
Menurut MK, pasal 182 huruf I tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan inkonstitusional. Pasal itu menyebutkan bahwa calon anggota DPD tidak boleh memiliki 'pekerjaan lain'.
Adapun pekerjaan lain yang dimaksud yakni tidak melakukan praktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara, serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang atau hak sebagai anggota DPD.
Hakim MK, I Gde Dewa Palguna, dalam pertimbangan putusannya menyebutkan bahwa frasa 'pekerjaan lain' harus mencakup makna pengurus parpol. "Maka, Mahkamah penting untuk menegaskan bahwa pengurus adalah mulai dari pusat sampai paling rendah sesuai struktur organisasi parpol," tegasnya.