REPUBLIKA.CO.ID, MOSKWA -- Presiden Suriah Bashar Al Assad pada Kamis lalu, (26/7), mengatakan, pasukan Rusia perlu berada di negaranya dalam waktu lama. Menurutnya, hal itu diperlukan demi menjaga keseimbangan regional.
"Setidaknya hingga keseimbangan politik global berubah, itu kemungkinan sulit terjadi. Meski begitu, kita tidak akan pernah tahu," ujar Assad seperti dilansir The New Arab, Sabtu, (28/7).
Perlu diketahui, Rusia memberi bantuan ke rezim Assad pada perang di Suriah pada 2015. Saat itu, Rusia ikut andil dalam menghadapi kelompok yang dianggap pemberontak serta kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SNHR) menilai, sejak Rusia terlibat dalam pertempuran Suriah, lebih dari 6.000 warga sipil terbunuh. Sebanyak 1.761 di antaranya anak-anak.
Serangan Rusia bersama sekutu rezim Suriah juga menyebabkan 2,5 juta warga mengungsi. Moskwa telah memantapkan keberadaan militernya di Suriah, bahkan membangun dua pangkalan militernya di negara tersebut.
Dalam wawancara dengan media Rusia, Assad menambahkan, perjanjian Suriah dengan Rusia atas pangkalan militer Hmeimim telah ditandatangani. Perjanjian itu berlaku lebih dari 40 tahun, maka hubungan kedua negara tersebut bersifat jangka panjang.
Assad pun meminta pengungsi warga Suriah yang memiliki mata pencaharian di Suriah agar kembali. Pasalnya, banyak warga Suriah melarikan diri dari perang dan enggan kembali ke rezim Assad tanpa ada jaminan keselamatan.