REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Golkar, Nusron Wahid, mengatakan Jusuf Kalla (JK), miliki tiga kelebihan jika masih memungkinkan menjadi calon wakil presiden (cawapres) bagi Joko Widodo (Jokowi). Ketiganya, yakni kemampuan ekonomi, representasi non-Jawa, dan tokoh Islam.
"Pertama, Jokowi-JK mampu menjawab problem dimensi ekonomi. Bagaimana kecakapan ekonomi Pak JK, penguasaan dan jam terbang dalam menguasai masalah ekonomi," ujar Nusron kepada wartawan di SCBD, Jakarta, Sabtu (28/7).
Kedua, JK merupakan representasi pemimpin yang berasal dari luar Jawa. Sehingga, jika mendampingi Jokowi, keduanya bisa saling melengkapi sebagai pemimpin dari Jawa dan luar Jawa.
"Ketiga, fakta bahwa Pak JK itu lahir dari gerakan islam dan itu akan mampu menjawab tentang hubungan Pak Jokowi dengan kalangan umat islam dan tantangan pemilih islam saat ini. Pak JK dekat dengan ulama NU, Muhamadiyah dan sekarang memimpin Dewan Masjid Indonesia (DKI)," lanjut Nusron.
Namun, saat ini posisi JK terhambat aturan pencalonan presiden dan wakil presiden. Ia menilai wajar jika saat ini JK mengajukan diri sebagai pihak terkait atas gugatan terhadap aturan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya hormati pilihan Pak JK, karena beliau punya hak konstitusional untuk melakukan itu. Nah sekarang apakah kemudian diterima atau tidak itu MK yang berhak memutuskan. Pak JK punya hak dan kami hormati. Kita lihat sisi positifnya saja," kata dia.
Pada 20 Juli lalu, kuasa hukum Jusuf Kalla, Irmanputra Sidin, mendaftarkan pengajuan kliennya kepada MK sebagai pihak terkait dalam uji materi tentang masa jabatan capres dan cawapres. JK mengajukan gugatan selaku wapres, mantan wapres, dan mantan calon wakil presiden.
“(JK) mengajukan diri ke MK untuk memberikan keterangan yang terkait mengenai perdebatan Pasal 7 UUD 1945 tentang masa jabatan presiden dan wapres, apakah dua periode atau ada tafsir konstitusional lain," ujar Irman.
Pengajuan ini terkait dengan gugatan yang dilayangkan oleh Partai Perindo atas pasal asal 169 huruf n UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pasal ini mengatur syarat menjadi capres-cawapres. Perindo berargumen bahwa pasal itu bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945.