Selasa 31 Jul 2018 08:11 WIB

Harga Minyak Naik Dipicu Prospek Pasokan Ketat

Salah satunya, pembatasan ekspor minyak Iran ke AS.

Ilustrasi kilang minyak
Foto: AP Photo/J David Ake
Ilustrasi kilang minyak

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak pada akhir perdagangan Senin (30/7) waktu setempat mengalami kenaikan. Harga minyak mentah AS meningkat lebih dari dua persen karena pedagang terus fokus terhadap gangguan pasokan dan kemungkinan terpukulnya produksi minyak mentah dari sanksi AS terhadap Iran.

Minyak mentah Brent untuk penyerahan Oktober, kontrak yang paling aktif diperdagangkan, ditutup pada 75,55 dolar AS per barel atau naik 79 sen di London ICE Futures Exchange. Sementara, minyak mentah Brent untuk pengiriman September naik 0,68 dolar AS atau 0,9 persen, menjadi ditutup di 74,97 dolar AS per barel.

Volume dalam kontrak yang jatuh tempo atau habis waktunya cenderung berkurang dalam beberapa hari terakhir sebelum keluar dari papan perdagangan. 

Sementara itu, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, menambahkan 1,44 dolar AS atau 2,1 persen menjadi menetap di 70,13 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. WTI naik karena ekspektasi persediaan AS turun pekan lalu dan kekhawatiran penghentian operasi di fasilitas Syncrude di Kanada tidak akan diselesaikan secepat yang diharapkan.

"Kami semakin ketat di sini di AS dalam hal pasokan, khususnya di Cushing, itu sebabnya WTI meningkat," kata John Kilduff, mitra di Again Capital Management di New York.

Stok di Cushing turun menjadi 23,7 juta barel, terendah sejak November 2014 dalam seminggu yang berakhir 20 Juli. Namun demikian, perusahaan informasi energi Genscape mengatakan persediaan di Cushing naik hampir 200.000 barel atau hampir satu persen, dari Selasa (24/7) hingga Jumat (27/7) pekan lalu.

Harga minyak telah berbalik naik (rebound) dari posisi terendah baru-baru ini selama dua minggu terakhir, karena sanksi AS terhadap Iran sudah mulai membatasi ekspor dari negara itu. Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Senin (30/7) dia akan bertemu dengan Presiden Iran, Hassan Rouhani.

"Skenario terbaik adalah bahwa AS memberikan keringanan sanksi yang berarti dalam jelang pemilu paruh waktu AS dan Iran dapat lolos dari kerugian ekspor sekitar 500-700.000 barel per hari," Tamas Varga dari PVM Oil Associates mengatakan dalam sebuah catatan.

Gene McGillian, wakil presiden riset pasar di Tradition Energy di Stamford, Connecticut, mengatakan, harga tetap didukung oleh prospek pasokan yang ketat. Persediaan global turun dari rekor tertinggi pada 2017 dan persediaan AS di posisi terendah tiga tahun. "Jika Anda mengambil langkah mundur dan melihat di mana persediaan global dan persediaan AS, Anda melihat gambar yang lebih ketat daripada di mana kita setahun lalu," kata McGillian. 

Arab Saudi pekan lalu mengatakan pihaknya menangguhkan pengiriman minyak melalui Selat Bab al-Mandeb Laut Merah, salah satu rute tanker paling penting di dunia. Hal itu dilakukan setelah gerakan Houthi menyerang dua kapal di perairan itu.

"Kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang kurangnya pasokan keluar dari selat Bab al-Mandeb di atas gangguan berkelanjutan di Venezuela tampaknya memberikan momentum pasar, belum lagi potensi kehilangan pasokan Iran," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group di Chicago.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement