Selasa 31 Jul 2018 16:20 WIB

Ketua KASN tak Terima Tudingan Anies

Ketua KASN Sofian Effendi mengaku telah mengirimkan tiga kali surat.

Rep: Sri Handayani/ Red: Teguh Firmansyah
Sofian Effendi Ketua KASN
Foto: Republika/Rakhmawati La'lang
Sofian Effendi Ketua KASN

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi tak terima disebut tidak tertib secara administrasi dalam memberikan rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan. Ia mengaku telah memberikan surat teguran sebanyak tiga kali, namun tidak mendapatkan respons.

"Tidak tertib? Yang mendapat tegur itu kan (Anies)...Kami sudah kirim tiga surat," kata Sofian saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (31/7).

Sofian menjelaskan, surat pertama dikirim pada Januari 2018. Surat kedua dikirim pada Juni, dan surat ketiga dikirim 25 Juli 2018. Namun pembicaraan dengan Sofian terputus soal pertanyaan apakah ketiga surat tersebut terkait dengan kasus yang sama?

Sebelumnya, Sofian menjelaskan, melalui surat itu, KASN berupaya meminta bukti-bukti tambahan untuk menilai apakah pemberhentian dan pengangkatan yang dilakukan Anies kepada 16 pejabat tingkat pratama di lingkungan Pemprov DKI Jakarta sudah tepat. Sayangnya, surat itu tak berbalas. Hingga saat ini, ia mengaku belum mendapatkan surat balasan dari Pemprov DKI.

Baca juga, KASN Nilai Anies tak Penuhi Prosedur Copot Pejabat DKI.

Sofian juga menjawab rasa heran Anies tentang keputusannya membuat keterangan pers tertulis. Menurut dia, hal itu merupakan bagian tugas KASN sebagai lembaga publik. KASN menjawab pertanyaan masyarakat, termasuk para pelapor, untuk mendapatkan kejelasan sikap terkait kebijakan yang diambil oleh Pemprov DKI. Hal ini tidak terkait dengan urusan politik.

"Masyarakat yang bertanya kepada kami berhak tahu dong apa yang terjadi di DKI. Ya kami tidak mungkin mengirim surat kepada seluruh penduduk DKI kan? Ya cara memberi masyarakat tahu apa yang terjadi itu dengan keterangan pers," kata dia.

Sofian justru balik bertanya, apakah setiap keterangan pers yang dibuat oleh lembaga publik bermakna politis. Ia mencontohkan lembaga lain, misalnya BMKG, yang selalu memberikan keterangan pers.  "Namanya press release masak tidak dikirim ke media. Kalau BMKG mengirimkan siaran pers setiap hari, apa itu kegiatan politik?" tanya Sofian.

Sofian menegaskan, tuduhan yang dilontarkan Anies bahwa ia terlibat dalam kegiatan politik tidak benar. Ia menyatakan bukan anggota partai politik manapun dan tidak berambisi menjadi politikus. Ia juga menjelaskan, dalam menjalankan tugasnya, KASN tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan politik.

"Saya bukan orang partai dan tidak tertarik masuk partai. Yang lagi berusaha jadi wapres dan aktif di kegiatan politik itu siapa sih?" tanya dia lagi.

Tudingan Ketua KASN berpolitik itu dilancarkan Anies saat ditanya mengenai surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh KASN. Anies mengaku telah menerima surat tersebut. Namun, ia heran mengapa bersamaan dengan surat tersebut, KASN juga mengirimkan rilis pers kepada awak media. Anies menilai tindakan itu bersifat politis. Ia menuduh Ketua KASN sengaja ingin membentuk opini tertentu.

Surat rekomendasi KASN berisi pernyataan bahwa Anies beserta jajarannya tidak mengikuti prosedur yang sesuai dalam menerapkan proses promosi, rotasi, dan mutasi terhadap 16 pejabat tingkat pratama di lingkungan DKI Jakarta.

Setidaknya ada tiga temuan pelanggaran dalam perombakan pejabat eselon II DKI Jakarta. Pertama, pencopotan 16 pejabat eselon II tanpa diawali pemanggilan dan pemberian peringatan terlebih dulu.

Kedua, jika pencopotan pejabat eselon II didasarkan atas kinerja, seharusnya pemerintah DKI memberikan kesempatan enam bulan bagi pejabat itu untuk memperbaiki kinerja pejabat yang dianggap jelek itu. Ketiga, panitia seleksi rotasi dan mutasi pejabat eselon II yang dibentuk pemerintah DKI belum berkoordinasi dengan KASN.

Atas kesalahan tersebut, KASN merekomendasikan empat hal. Kesatu, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan segera mengembalikan para pejabat eselon II itu ke jabatan semula atau setara. Kedua, Jika pemerintah DKI memiliki bukti-bukti baru yang memperkuat adanya pelanggaran oleh para pejabat yang diberhentikan tersebut, bukti baru itu harus disertakan paling lambar dalam 30 hari kerja.

Ketiga, penilaian kinerja atas seorang pejabat dilakukan setelah setahun dalam suatu jabatan dan diberikan kesempatan enam bulan pada pejabat yang bersangkutan untuk memperbaiki kinerjanya. Keempat, evaluasi penilaian kinerja harus dibuat secara lengkap tertulis dalam bentuk berita acara penilaian.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement