REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Indonesia Budget Center Roy Salam mengatakan harus ada perubahan untuk pemilu ke depan dari pemilu-pemilu sebelumnya. Roy mengatkaan perbaikan itu harus ditandai dengan calon legislator yang bersih.
Untuk itu, menurut Roy, komitmen partai politik untuk tidak mengusung caleg yang pernah terjerat kasus korupsi menjadi sangat penting. "Sebagai pemilih saya akan protes jika disodorkan oleh partai politik kader yang koruptor. Apa tidak ada kader lain?" katanya dikutip dari siaran pers di Jakarta, Selasa (31/7).
Menurut dia, keseriusan partai untuk memberantas korupsi memang menjadi pertanyaan karena masih banyak kader partai yang korupsi. Sudah demikian, masih juga nekat mengajukan mantan narapidana kasus korupsi sebagai caleg.
"Ini jadi pertanyaan, apakah benar parpol-parpol memiliki platform antikorupsi. Kalaupun ada platform antikorupsi, apakah benar-benar jadi prioritas partai," kata Roy.
Bahkan, lanjut Roy, ada partai baru yang juga ikut-ikutan mengajukan mantan narapidana korupsi sebagai caleg demi meraih suara karena calon yang bersangkutan memiliki basis pemilih. Roy mengatakan ada beberapa kegiatan kampanye parpol mendapatkan dana dari APBN sehingga sangat menyedihkan apabila dana publik dipakai mendanai dan memfasilitasi koruptor.
"Fenomena ini jelas menciderai demokrasi dan proses pemilu yang berintegritas. Kualitas proses pemilu dan pascapemilu menjadi tidak selaras dengan besarnya dana yang dikeluarkan untuk pembangunan politik," katanya.
Bawaslu telah mengumumkan daftar nama bakal caleg mantan napi korupsi di DPRD provinsi, kabupaten, dan kota, yang didaftarkan parpol-parpol peserta pemilu ke KPU. Dalam daftar itu, Partai Gerindra menjadi partai yang paling banyak menyertakan nama mantan napi korupsi, yaitu 27 orang.
Selanjutnya, Partai Golkar 25 orang, Nasdem 17 orang, Berkarya 16 orang, Hanura 15 orang, PDIP 13 orang, Demokrat 12 orang, Perindo 12 orang, PAN 12 orang, PBB 11 orang, PKB delapan orang, PPP tujuh orang, PKPI tujuh orang, Garuda enam orang, PKS lima orang.
PSI satu-satunya partai yang tidak mengajukan mantan narapidana korupsi sebagai caleg.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengaku belum bisa memastikan apakah 15 parpol nasional peserta pemilu sudah mengganti para caleg mantan narapidana korupsi dengan caleg lain pada Selasa malam. KPU secara resmi menutup masa perbaikan pendaftaran caleg dan penggantian para caleg mantan koruptor pada Selasa malam.
“Saat ini KPU baru memeriksa kelengkapan dokumennya saja," kata Arief.
Arief mengatakan 16 parpol nasional peserta Pemilu 2019 memang sudah menyerahkan perbaikan berkas pendaftaran caleg DPR pada tenggat tersebut. Perbaikan oleh parpol menyasar kelengkapan administrasi seperti soal legalisasi ijazah, persyaratan kesehatan, dan sejumlah dokumen data diri.
Dalam perubahan tersebut, parpol sedianya juga melakukan penggantian nama-nama caleg mantan narapidana korupsi. “Namun, kami belum bisa mengetahui apakah para caleg mantan narapidana korupsi sudah diganti dengan caleg lain, atau tidak diganti atau dibiarkan saja dan dimasukkan kembali ke daftar caleg oleh parpol,” kata dia.
Di tingkat DPRD, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, mengatakan ada 202 caleg DPRD yang teridentifikasi sebagai mantan narapidana kasus korupsi. “Jumlah tersebut berasal dari 12 provinsi, 97 kabupaten dan 19 kota,” kata Fritz di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (1/8) dini hari.
Data tersebut sebelumnya didapat dari 223 nama caleg yang diduga mantan narapidana korupsi dan berasal dari 12 provinsi, 37 kabupaten dan 19 kota. “Setelah itu, kami lakukan validasi kembali di provinisi dan kabupaten, akhirnya didapat bahwa yang benar mantan terpidana korupsi itu adalah 202 orang," kata Fritz.