REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha tempe di kawasan Kali Sentiong Kelurahan Serdang, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat membantah pihaknya menjadi penyebab utama pencemaran kali. Mereka menganggap, bau tidak sedap itu berasal dari kali yang tidak dikeruk.
Salah satu pengusaha tempe setempat, Mugi (38 tahun), menilai bahwa limbah rumah tangga lebih bau dari limbah air tempe yang berasal dari pabriknya. "Kalau dibilang bau (limbah tempe) ya bau, tapi kalau limbah rumah tangga kan macam-macam jenisnya," kata dia kepada Republika, Rabu (1/8).
Dia tidak menampik bahwa hingga saat ini, pabrik tempe masih membuang limbah airnya ke kali yang kerap disebut Kali Item ini. Meskipun begitu, volume limbah yang dibuang pabrik tempenya sudah jauh dikurangi.
Mugi menjelaskan, anggapan bahwa seluruh limbah tempe dibuang ke sungai itu keliru. Ia membagi limbah tempe menjadi dua jenis, limbah kering dan limbah air. "Yang dibuang itu, limbah airnya. Kalau limbah kering itu dipakai untuk pakan ternak," ungkap Mugi.
Mugi mengaku tidak punya pilihan lain. Sejak memulai usahanya di tahun 1958, ia membuang limbahnya ke Kali Sentiong. Namun begitu, Mugi menganggap akar masalah bau Kali Sentiong bukan berasal dari pabrik tempenya, melainkan dari aliran sungai yang mampet.
"Kalau kalinya //enggak ngalir// ya numpuk, //enggak ngalir// itu karena //enggak// dikeruk kalinya," ujar dia.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta sempat mengimbau pengusaha tempe untuk menutup usahanya. Hal itu disebabkan anggapan bahwa pabrik tempe menjadi penyebab tercemarnya air Kali Sentiong.
"Pengusaha tahu tempe sudah didata Wali Kota Jakarta Pusat dan Jakarta Utara. Sudah ada tim dari Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan DKI. Mereka (pabrik tempe) diminta untuk setop berproduksi," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, Kamis (26/7).
Peneliti Balai Pengembangan Instrumentasi LIPI, Dr. Anti Tri Sugiarto, menjelaskan bahwa penyebab baunya air sungai adalah bakteri yang dapat hidup tanpa oksigen. Bakteri ini mengeluarkan zat amoniak, sehingga baunya seperti bau septic tank.
Bakteri tersebut, kata Anti, dapat hidup di dalam air karena akumulasi limbah yang mengendap menjadi lumpur. Ketika lumpur itu semakin tinggi, maka zat amoniak yang berasal dari bakteri itu semakin menyebar dan tercium bau busuk yang kerap keluar dari Kali Item.
Ia menjelaskan, untuk mengurangi bakteri yang menyebabkan bau, maka diperlukan teknik yang disebut Aerasi. Teknik itu dapat menyalurkan oksigen dari atas ke dalam air melalui sebuah alat khusus.
LIPI, lanjutnya, mengerahkan dua alat bernama LUTOR (LIPI Ultrafine Bubble Generator) untuk penanganan bau Kali Item. Alat ini berfungsi untuk membunuh bakteri yang tidak diinginkan dengan ozon sekaligus menyemburkan oksigen dalam bentuk gelembung yang sangat kecil. Gelembung oksigen yang kecil itu, biasa disebut Nano Bubble.
Alat tersebut, dibiarkan mengapung di permukaan air untuk melepaskan ozon dan gelembung nano oksigen ke dalam air melalui selang khusus. Rencananya, alat tersebut akan dipasang hingga gelaran Para Asian Games 2018, Oktober mendatang.
Hingga saat ini, pihak LIPI sudah memasang alat LUTOR ini sebanyak 2 buah. Pemasangan alat akan dilakukan secara bertahap hingga 10 alat. "Nanti setiap 20 meter di kali ini akan dipasang satu alat," kata Anti.
Sementara itu, sejumlah warga mengatakan bau di Kali Item sudah tidak tercium lagi. Rohman, warga Kelurahan Serdang, Kemayoran, mengaku tidak mencium bau tidak sedap walaupun warna air masih gelap. "Sudah enggak kecium lagi sih, tapi masih ada busa-busanya," kata Rohman.
Hal senada juga disampaikan oleh Soni, anggota UPK Badan Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta. Ia mengaku, saat pertama kali ke lokasi, kali ini berbau busuk. Namun akhir-akhir ini, bau tersebut berangsur-angsur berkurang.