Kamis 02 Aug 2018 16:45 WIB

Darmin: Alhamdulillah the Fed tak Naikkan Suku Bunga

The Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 1,75 hingga 2 persen.

Darmin Nasution
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Darmin Nasution

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bersyukur Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) mempertahankan suku bunga acuannya di tengah kekhawatiran tentang ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan mitra-mitra dagangnya. Pasalnya, jika the Fed menaikkan suku bunga kondisi ekonomi akan 'goyang' lagi.

"Jerome Powell tidak menaikkan tingkat suku bunga Fed, Alhamdulillah. Karena kalau ia naikkan, bisa 'goyang' lagi. Walau memang dari minggu lalu kita sudah mulai feeling, karena diomelin sama Om Trump Donald Trump," seloroh Darmin dalam forum "Business Launch: Waspada Ekonomi Indonesia di Tahun Politik" di Jakarta, Kamis.

The Fed pada Rabu (1/8) lalu memutuskan mempertahankan suku bunga acuannya tidak berubah di kisaran 1,75 hingga 2 persen. Bank sentral mencatat bahwa pasar tenaga kerja AS terus menguat dan kegiatan ekonomi telah meningkat pada tingkat yang kuat sejak para pembuat kebijakan bertemu pada Juni.

Baca juga, Dolar AS Menguat Jelang Pernyataan the Fed.

Menurut survei yang dirilis oleh Institute for Supply Management (ISM) pada Rabu (1/8), di sisi ekonomi, aktivitas manufaktur AS tumbuh lebih lambat pada Juli. Kemudian Indeks manufaktur tercatat 58,1 persen pada Juli, turun dari angka Juni sebesar 60,2 persen.

"Pada basis 12 bulan, baik inflasi secara keseluruhan maupun inflasi untuk barang-barang selain makanan dan energi tetap mendekati 2,00 persen," kata The Fed, menunjukkan keyakinannya bahwa inflasi AS akan bergerak menuju targetnya 2 persen.

The Fed pada Juni menaikkan suku bunga untuk kedua kalinya tahun ini, dan mencatat dua kenaikan suku bunga lagi untuk tahun ini. Sebagian besar pelaku pasar memperkirakan bank sentral akan menaikkan suku bunga lagi pada September dan Desember.

Darmin menuturkan, selain perang dagang, normalisasi kebijakan oleh The Fed juga patut diwaspadai dan bukan masalah sepele mengingat apa yang terjadi pada krisis di AS pada 2007-2008 lalu. AS saat itu melakukan kebijakan quantitative easing (QA). Saat ini AS terus berupaya agar dolar yang sudah beredar di seluruh dunia kembali ke AS.

"Caranya ya naikkan tingkat bunga, nanti akan mengalir dari semua negara dolar itu kembali," ujar Darmin.

Baca juga, Pelemahan Rupiah Masih Berlanjut.

Kurs dolar AS sendiri sedikit menguat terhadap mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB). Ini setelah Federal Reserve memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya tidak berubah. Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi bergerak melemah sebesar lima poin menjadi Rp14.438 dibanding sebelumnya Rp 14.433 per dolar AS.

Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail mengatakan, dolar AS cenderung menguat terhadap beberapa mata uang utama dunia, termasuk rupiah seiring kuatnya ekonomi Amerika Serikat. "Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) menaikan status ekonomi AS dari solid menjadi 'strong' walaupun The Fed tidak mengubah tingkat kebijakan suku bunganya," paparnya

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement