REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belakangan berbagai nama muncul untuk dijadikan pemimpin baik calon presiden maupun wakil presiden. Salah satunya dari kalangan ulama.
Ketua Umum PP Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) KH Ahmad Satori Ismail menyebut itu sebagai pilihan masing-masing orang. Hal ini sah-sah saja dan tidak dilarang. "Ketika ada masyarakat yang mendukung dan dia mau, itu pilihan. Tidak dilarang," ujar KH Ahmad Satori, Rabu (1/8).
Meski hal ini dianggap menjadi pilihan masing-masing baik pendukung maupun sosok yang didukung, namun beliau mengingatkan agar calon yang diusung tetap menjaga amanah.
"Berasal dari Ulama atau tidak, ketika diberi amanah maka dia harus melaksanakan amanahnya dengan baik dan tidak mencederai," lanjutnya.
Ketika seorang Ulama ikut dalam kontestasi politik dan menjabat, KH Ahmad menyebut hal itu sebetulnya baik jika dibandingkan dengan bukan Ulama. Mengingat seorang Ulama memiliki ilmu agama dan diharapkan mampu menerapkan dalam jabatannya tersebut.
Ulama yang sebaiknya menjabat diharapkan seseorang yang memiki konsep akhirat dan tidak hanya mengejar dunia. Artinya, sosok yang tidak menabrak aturan serta takut kepada Allah SWT.
"Ketika menjadi pemimpin namun tidak mempedulikan rakyat, maka ia akan mendapat sanksi dari Allah. Nah pemikiran ini baiknya tertanam dengan baik dan dijalankan," ujar Ketua Ikadi ini.
Diharapkan, ilmu agama yang dimiliki sosok terpilih dari kalangan Ulama ini mampu meluruskan yang tidak baik dalam bidang politik sesuai dengan tugas dan peran Ulama di muka bumi.
Mengacu pada surat At-Taubah ayat 122, KH Ahmad menyebut tidak semua orang harus masuk ke dalam dunia politik. Dalam surat itu dituliskan mengenai ketidaklayakan orang-orang mukmin untuk terjun di bidang pertempuran fisik maupun politik.
Namun memang ada sebagian yang bertugas tapi untuk mengajarkan agama atau tafakul fiddin. "Sebagian yang turun ke medan pertempuran ini adalah mereka yang memang bertugas untuk mengajarkan agama, mengokohkan agama, dan melakukan perbaikan," tutupnya.