Kamis 02 Aug 2018 21:53 WIB

Dedi akan Cari Pengacara Bantu Korban Human Trafficking

Mereka tidak bisa diproses, sebab terikat dengan pernikahan.

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Agus Yulianto
Bupati Purwakarta ke-8, Dedi Mulyadi.
Foto: Republika TV
Bupati Purwakarta ke-8, Dedi Mulyadi.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi, mencari cara untuk membebaskan 16 warga Jabar yang menjadi korban human trafficking di Cina. Pasalnya, sampai saat ini belasan korban tersebut masih belum bisa dipulangkan ke Tanah Air. Mengingat, mereka terikat dengan pernikahan resmi dan sesuai dengan hukum di negeri tirai bambu tersebut.

"Jadi, aparat kepolisian Cina juga sudah menyelidiki kasus ini, dan korban sudah dimintai keterangan. Tapi, mereka tidak bisa diproses, sebab terikat dengan pernikahan," ujar Dedi, kepada Republika.co.id, Kamis (2/8).

Meskipun mereka nikah kontrak, tetapi para pria Cina itu menikahi 16 perempuan asal Jabar secara resmi. Pernikahan mereka legal dan sukarela serta tidak ada paksaan. Jadi, lanjut Dedi, aparat kepolisian Cina tidak bisa menjerat para pria itu dengan hukum di negara tersebut.

Karena itu, dirinya sedang mencari cara supaya kasus ini bisa segera terselesaikan. Salah satunya, dengan mencari pengacara yang bisa beracara di Cina. Jika sudah ada pengacara yang bisa beracara disana, maka pihaknya berharap ada negosiasi antara para lelaki Cina yang merupakan suami korban.

Mengingat, lanjut Dedi, korban trafficking ini sudah tidak kerasan tinggal di Cina. Sebab, mereka harus menerima perlakuan yang tidak sesuai dengan keinginan. Yakni, kekerasan fisik serta harus melayani hasrat seksual suaminya setiap hari.

"Meskipun dari 16 korban ini tak semuanya menerima kekerasan seksual dan fisik, tetapi mereka tetap merupakan korban perdagangan manusia," ujar Dedi.

Karena masalah keterikatan perkawinan ini, maka pihak KBRI di Cina maupun Kemenlu tidak bisa langsung mengambil 16 korban tersebut. Begitu pula aparat di Cina, tidak bisa mempidanakan para lelaki tersebut.

Berbeda dengan kasus buruh migran. Mereka diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan. Sedangkan ini kasus nya kawin kontrak. Jadi, lanjut Dedi, agak susah pemerintah Indonesia bisa membawa korban tersebut pulang ke tanah air.

Karena itu, mantan Bupati Purwakarta ini menghimbau supaya kedepannya tidak ada lagi warga di Jabar yang tergiur iming-iming kawin kontrak. Sebab, masalahnya bisa jadi sangat pelik dan butuh waktu yang lama untuk mengatasinya.

"Saya juga menghimbau, supaya para orang tua segera mengubah mind set jangan sampai anak perempuan kita berorientasi pada materialistik," ujar Dedi. 

Sementara itu, Ai Maemunah (50 tahun) ibu kandung DF, mengatakan, putrinya ini memang kawin kontrak dengan pria asal Cina. Pernikahan ini, diiming-imingi oleh Ceceu alias Vivi yang merupakan mafia perdagangan manusia. Kabarnya, pria Cina membeli putrinya ini seharga Rp 400 juta. Selain itu, DF juga dijanjikan akan dibelikan rumah dan mobil.

"Tapi, uang yang Rp 400 jutanya tidak diberikan ke anak saya. Melainkan, diambil sama Vivi, yang merupakan Cina keturunan Singkawang," ujarnya.

Dirinya berharap, pemerintah Indonesia bisa segera memulangkan putrinya itu. Sebab, menurut pengakuan DF melalui sambungan telepon, 16 korban perdagangan ini tidak bahagia. Mereka disekap di kamar. Lalu, dipaksa untuk melayani kebutuhan seksual suaminya. Jika tidak, mereka akan mendapatkan kekerasan secara fisik.

"Bahkan, ancamannya anak kami bisa dijual ke lelaki lain dengan modus kawin kontrak juga," ujarnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement