REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak-anak korban gempa bumi di Nusa Tenggara Barat (NTB) belajar dan bermain di sekolah ramah anak sebagai upaya pemulihan trauma dari dampak bencana alam yang terjadi pada Ahad (29/7) pagi.
"Kita bersama relawan lainnya sudah memberikan layanan pendampingan psikososial termasuk salah satunya lewat sekolah ramah anak," kata Direktur Perlindungan Korban Bencana Alam Kementerian Sosial Margowiyono yang dihubungi di Jakarta, Kamis (2/8).
Tim Layanan Dukungan Psikososial (LDP) Kemensos turun ke lokasi terdampak gempa bumi 6,4 SR sejak awal bencana, berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) yang diketuai pemerhati anak Kak Seto, Dompet Dhuafa dan relawan lainnya.
Dompet Dhuafa bersama Kak Seto, Kamis (2/8) berkunjung ke lokasi-lokasi pengungsian untuk memberikan dukungan psikologis kepada anak-anak korban gempa dengan cara mendongeng maupun bermain hingga edukasi mengenai bencana yang terjadi, sebagai upaya mengurangi dampak trauma pada anak-anak karena bencana.
Melalui sekolah ceria ramah anak, untuk membuat anak-anak mampu beradaptasi untuk segera kembali bersemangat ke sekolah.
Kak Seto dan Koordinator Respon Dukungan Psikologis bencana dari Dompet Dhuafa yang juga psikolog Maya Sita Darlina berbagi tentang parenting sebagai bagian dari program pertrolongan pertama psikologis (Pshycological First Aid/PFA) kepada para ibu dan ayah serta perwakilan sekolah
Tujuan kegiatan itu agar mereka memahami secara bersama-sama antara anak, orang tua dan guru dalam menghadapi situasi pascabencana yang mengakibatkan stres sehingga dapat mendampingi anak agar mereka semangat kembali.
Menurut Kak Seto seperti dalam keterangan tertulis Dompet Dhuafa, pendampingan psikologis diperlukan bagi anak-anak pascabencana dan keluarga menjadi benteng utama. Untuk memulihkan trauma psikologis perlu penanganan psikologis khusus sesuai dengan masalah yang ditimbulkan.
Dalam desain PFA Dompet Dhuafa juga melibatkan warga lokal untuk diedukasi guna meneruskan program healing di waktu berikutnya.