Jumat 03 Aug 2018 06:36 WIB

Harga Minyak Menguat Didukung Ekspektasi Persediaan Turun

Harga minyak menguat dua persen

Ilustrasi harga minyak mentah dunia.
Foto: EPA/Mark
Ilustrasi harga minyak mentah dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak menguat pada Kamis (2/8) atau Jumat (3/8) pagi WIB, dengan kenaikan harga minyak mentah AS hampir dua persen. Kenaikan harga minyak terjadi setelah para pedagang melihat sebuah laporan industri yang menunjukkan stok minyak mentah domestik AS akan segera turun lagi setelah meningkat tak terduga di minggu terakhir.

Para pedagang mengatakan harga reli sejak awal ketika penyedia informasi industri Genscape melaporkan bahwa persediaan minyak mentah di Cushing, Oklahoma, pusat pengiriman untuk minyak mentah AS, turun 1,1 juta barel sejak 27 Juli.

Pada Rabu (1/8), harga minyak merosot karena pemerintah AS melaporkan bahwa pada minggu sebelumnya, total persediaan AS naik 3,8 juta barel, sementara persediaan di Cushing turun 1,3 juta barel.

"Ada harapan bahwa peningkatan dari minggu ini akan hilang pada minggu depan," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago. Dia juga mencatat angka produksi bulanan AS jatuh pada Mei.

Minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober, patokan internasional, bertambah 1,06 dolar AS atau 1,5 persen menjadi ditutup pada 73,45 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Sementara itu, minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, naik 1,30 dolar AS atau 1,9 persen menjadi menetap di 68,96 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Sebelum laporan Genscape memicu reli, harga minyak turun karena kekhawatiran tentang kelebihan pasokan.

Arab Saudi, Rusia, Kuwait dan Uni Emirat Arab telah meningkatkan produksi untuk membantu mengompensasi kekurangan yang diantisipasi dalam pasokan minyak mentah Iran setelah sanksi AS diberlakukan.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitra-mitranya termasuk Rusia, telah memangkas produksi untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan.

"Minyak bertahan dengan cukup baik. Banyak dari ini adalah harga premium risiko untuk Iran dan kapan kita mulai melihat dampak terhadap pasokan di sana," kata ahli strategi komoditas ING, Warren Patterson.

"Saat ini, ada ketidaksesuaian dalam penentuan waktu, di mana ada peningkatan pasokan OPEC dan kami tidak melihat penurunan signifikan dalam pasokan Iran," kata Patterson.

Para pejabat AS mengatakan kepada Reuters pada Rabu (1/8) bahwa mereka percaya Iran sedang mempersiapkan diri untuk melakukan latihan besar di Teluk, tampaknya menjadi lebih cepat karena ketegangan meningkat.

Keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir internasional dan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran telah membuat marah Teheran. "Ada banyak poin eskalasi yang bisa terjadi dengan sangat cepat dan itu membuat saya khawatir," Jonathan Barratt, kepala investasi di Ayers Alliance di Sydney, mengatakan.

Kekhawatiran tentang kemungkinan hilangnya pasokan Iran sedang diimbangi oleh kekhawatiran bahwa ketegangan perdagangan global dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghambat permintaan energi.

Trump telah memberikan tekanan pada Cina untuk konsesi perdagangan dengan mengusulkan tarif lebih tinggi 25 persen pada impor dari Cina senilai 200 miliar dolar AS. Cina mengatakan akan membalasnya.

"Hampir dapat dipastikan bahwa Cina akan mengenakan bea tambahan pada minyak dan produk olahan yang diimpor dari AS, jika pemerintahan Trump menerapkan tarif tambahan pada tahap berikutnya atas barang-barang Cina. Ini bisa sangat menghambat daya saing minyak AS dan turunannya di pasar Cina," kata Abhishek Kumar, analis energi senior di Interfax Energy.

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement