REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Bio Farma Rahman Roestan menyampaikan komitmen perusahaannya dalam mematuhi Undang-undang Jaminan Produk Halal (JPH). Bio Farma saat ini masih terus berupaya menjamin kehalalan vaksin produksinya.
"Kami sudah menyiapkan dokumen-dokumen produk yang dapat didaftarkan," kata Rahman di Jakarta, Jumat.
Rahman menjelaskan Bio Farma secara bertahap mengajukan sertifikasi halal untuk produk vaksin yang diproduksi sendiri. Proses sertifikasi halal tersebut dilakukan bertahap karena masih ada beberapa komponen vaksin yang diimpor dan membutuhkan dokumen bahan baku dari negara lain.
"Ini bertahap, namun tidak mudah dan tidak bisa cepat karena sangat kompleks," kata Rahman.
Sementara itu, Bio Farma juga tengah melakukan riset pengembangan untuk memproduksi vaksin MR yang ditargetkan selesai bertahap pada 2020 dan 2024. Rahman menerangkan riset yang dilakukan Bio Farma dalam memproduksi vaksin MR dengan menghindari unsur nonhalal yang berasal dari material hewan.
"Kami peduli terhadap isu halal dengan menggunakan bahan-bahan yang berasal dari bukan binatang (non-animal origin)," kata Rahman.
Dia menjelaskan isu kehalalan di negara-negara anggota Organisasi Kerja sama Islam (OKI) lainnya tidak seperti di Indonesia. "Kehalalan produk di negara-negara OKI itu diterapkan diwajibkan baru kepada makanan dan minuman belum kepada vaksin dan obat," kata dia.
Rahman menjelaskan dari 57 negara anggota OKI hanya tujuh negara yang memiliki pabrik vaksin. Dari ketujuh negara tersebut, hanya Indonesia yang produk vaksin dasarnya diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
"Itulah kenapa negara-negara OKI memberikan kepercayaan kepada Indonesia sebagai center of excellence untuk vaksin dan biotek. Karena memang di negara-negara OKI baru Indonesia yang vaksin imunisasi dasarnya sudah diakui WHO, bahkan kita sudah diminta ke Saudi Arabia untuk transfer teknologi," jelas dia.