REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pameran replika Kujang di Botani Square, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (4/8), menarik minat masyarakat. Tidak hanya orang dewasa, tetapi juga remaja, datang untuk melihat langsung beragam jenis senjata tradisional masyarakat Sunda tersebut.
Bertempat di lantai tiga pusat perbelajaan di Kota Bogor, pameran yang digelar oleh Abah Wahyu Affandi Suradinata seorang Guru Teupa (ahli pembuat kujang) bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor. Pameran ini menampilkan koleksi puluhan Kujang dengan berbagai jenisnya, sejarahnya, serta ukurannya. Selain itu, juga dipamerkan aneka souvenir baik gantungan kunci kujang, pin kunjang semua berukuran mini, gelang, pakaian tradisional Sunda, seperti pangsi, tarompah, ikat, dan totopong.
Ken Kinasih (14 tahun) siswi kelas sembilan SMPN 3 Kota Bogor ini sangat tertarik untuk mengenal kujang lebih dalam. Ia tidak segan-segan menanyakan kepada petugas yang menjaga pameran.
Menurut Ken, selama ini dirinya memiliki banyak pertanyaan seputar Kujang, karena hampir setiap hari melihat Tugu Kujang ada di jantung kota. "Saya itu selalu bertanya-tanya, kenapa ikon Kota Bogor itu tugu Kujang, dan kenapa Kujang itu dijadikan tugu," katanya.
Dengan menyaksikan pameran replika Kujang tersebut, Ken yang datang bersama lima temannya mulai paham tentang keistimewaan Kujang. "Jadi selain sebagai senjata tradisional Sunda, kujang itu ternyata ada jenisnya, awal jumlahnya ada 72 jenis, sekarang jadi tujuh jenis. Salah satu jenisnya itu yang jadi Tugu Kujang, nama jenisnya Kuntul," kata Ken.
Sementara itu, Abah Wahyu menyebutkan, pameran replika Kujang ini akan dilaksanakan selama sepekan ke depan. Ini merupakan yang ketiga kalinya pameran digelar.
"Tujuan pameran ini adalah untuk sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Bahwa Kujang itu tidak hanya satu jenis seperti Tugu Kujang saja, tetapi ada enam jenis lainnya," katanya.
Ia mengatakan, kujang memiliki empat kegunaan, yang pertama sebagai pusaka, artinya dihias sebagus mungkin, dan diberi kekuatan magis dengan harapan dapat melindungi pemilik dan keluarganya. Fungsi kedua sebagai Pakarang atau alat atau senjata, digunakan untuk melindungi diri jika dalam situasi terdesak.
"Kalau kegunaannya untuk Pakarang, biasanya dilemurin racun, sehingga yang tegores kujang akan terpedaya oleh racun," katanya.
Kegunaan yang ketiga sebagai Pangarak, atau atau dijadikan tombak dengan tongkat pegangan panjang, biasa digunakan untuk adak upacara kerajaan. Fungsi yang keempat sebagai Pamangkas atau alat tebas, umumnya digunakan oleh petani.
Abah Wahyu berharap dengan pameran ini perhatian masyarakat terhadap Kujang semakin bagus, tidak hanya dari warga Sunda, tapi non-Sunda. Karena 65 persen kolektor kujang pusaka itu berasal dari bukan orang Sunda.
Abah Wahyu sudah menempa Kujang sejam tahun 1995. Baik kujang pusaka maupun untuk cinderamata. Pria berusia 68 tahun ini memiliki galeri kujang yang setiap hari memproduksi kujang.
"Saya berharap ada generasi penerus yang akan melanjutkan tradisi menempa Kujang ini, dan Pemerintah semakin peduli terhadap kearifan lokal, serta melestarikannya," kata Abah Wahyu.