REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Lebih dari 50 ribu orang menggelar demonstrasi di Tel Aviv's Rabin Square, Israel, pada Sabtu (4/8) malam waktu setempat. Aksi itu digelar dalam rangka memprotes Undang-Undang (UU) Negara Bangsa Yahudi.
Massa dalam aksi tersebut didominasi oleh anggota komunitas minoritas Druze. Druze adalah kelompok keagamaan yang muncul dari Islam dan dipengaruhi oleh agama serta aliran filsafat lain, termasuk filsafat Yunani.
Baca: Warga Palestina Bergerak untuk Batalkan UU Negara Yahudi
Dalam aksinya, massa melambai-lambaikan bendera Israel dan bendera komunitas Druze yang berlambang bintang dengan warna hijau, merah, kuning, biru, dan putih di setiap sisinya. Mereka memprotes UU Negara Bangsa Yahudi karena dinilai rasis dan membuat mereka menjadi warga negara kelas dua.
"Meskipun kesetiaan kami kepada negara tanpa batas, (tapi) negara tidak menganggap kami setara," kata pemimpin spiritual Druze Israel Sheikh Muafak Tarif ketika berorasi dalam aksi tersebut, dikutip laman the Times of Israel.
Baca: Indonesia Kecam UU Negara Bangsa Yahudi
Anggota komunitas Druze memang banyak yang bekerja di lembaga pemerintah, termasuk mengabdi sebagai tentara Israel. Hal itu menjadi salah satu faktor yang mendorong mereka menentang UU Negara Bangsa Yahudi.
Wali Kota Tel Aviv Ron Huldai turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Ia menilai, UU Negara Bangsa Yahudi adalah noktah noda pada demokrasi Israel. "UU Negara Bangsa dalam versi saat ini tidak mengakui semua warga Israel sederajat," katanya ketika berpidato dalam demonstrasi tersebut.
Huldai menyerukan agara UU Negara Bangsa Yahudi segera dibatalkan atau direvisi. "Atas nama cinta untuk bangsa, saya berdiri di hadapan kalian hari ini, dan meminta kami untuk menghapus atau mengubah hukum dasar yang meninggalkan orang lain di pinggiran, dan menghilangkan noda kotor ini dari wajah negara Israel kami," ucap Huldai.
Baca: UU Yahudi, Inggris: Sebagai Teman Israel, Kami Prihatin...
Sementara itu Menteri Keamanan Publik Israel Gilad Erdan menduga terdapat pihak yang memiliki agenda politik anti-pemerintah dan berupaya menyulut perpecahan di antara masyarakat Israel atas terbitnya UU Negara Bangsa Yahudi. Erdan menegaskan pemerintah sangat menghargai kontribusi komunitas Druze.
Kendati demikian, ia menolak anggapan bahwa UU Negara Bangsa Yahudi telah mendiskreditkan komunitas Druze atau komunitas lainnya. "Tidak ada kata dalam UU ini yang menyakiti komunitas Druze dan komunitss lainnya," ujar Erdan.
UU Negara Bangsa Yahudi disahkan Knesset (parlemen Israel) pada 19 Juli. UU itu menuai kecaman karena dianggap rasis dan mempromosikan kebijakan apartheid. Sebab dengan UU tersebut, Israel mendefinisikan diri sebagai negara Yahudi.
UU yang memiliki kedudukan mirip konstitusi itu dikhawatirkan akan memperluas aneksasi Israel atas tanah Palestina di wilayah pendudukan, yakni di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Hal ini karena UU itu menyebut perluasan permukiman Yahudi merupakan nilai nasional.
Dengan kata lain, UU Negara Bangsa mendorong dan mempromosikan kegiatan pembangunan mereka, termasuk di wilayah pendudukan. Padahal PBB telah menyatakan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur ilegal menurut hukum internasional.
UU Negara Bangsa Yahudi juga dikhawatirkan akan semakin memarginalkan masyarakat Palestina berkewarganegaraan Israel yang mencapai 1,8 juta orang atau sekitar 20 persen dari total populasi masyarakat Israel.