REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan 630.437 unit rumah yang akan mendapat bantuan pembiayaan perumahan tahun ini. Bantuan pembiayaan tersebut mulai dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) hingga Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
Sebanyak 60.625 unit rumah akan mendapat bantuan berupa Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Kemudian Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) sebanyak 344.500 unit, Subsidi Selisih Bunga Kredit Perumahan (SSB) sebanyak 225 ribu unit dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) sebanyak 312 unit.
Kementerian PUPR terus berusaha meningkatkan kemampuan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memiliki rumah melalui sejumlah program tersebut. Selain mendorong sisi permintaan, di sisi penawaran, Pemerintah juga memberikan insentif berupa pembebasan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk Rumah Sederhana Tapak dan Satuan Unit Rusun Milik, Penurunan Pajak Penghasilan Final (PPH) dari lima persen menjadi satu persen bagi pengembang yang membangun rumah bersubsidi dan program bantuan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU) sehingga kualitas rumah subsidi semakin nyaman dihuni.
"Program bantuan pembiayaan perumahan tersebut untuk mendukung tercapainya target program satu juta rumah sebagai upaya mengurangi backlog ketersediaan rumah di Indonesia sebesar 11,4 juta unit pada tahun 2015," kata Sekjen Kementerian PUPR Anita Firmanti melalui siaran pers tertulis, Senin (6/8).
Penyaluran KPR FLPP dilakukan oleh Badan Layanan Umum (BLU) PPDPP yang bertanggungjawab langsung kepada Menteri PUPR melalui kordinasi dengan Ditjen Pembiayaan Perumahan. Untuk bisa memiliki rumah dengan KPR FLPP, sejumlah syarat harus dipenuhi antara lain besar penghasilan maksimal Rp 4 juta untuk rumah tapak dan Rp 7 juta untuk rumah susun, belum memiliki rumah dan belum pernah menerima subsidi pemerintah untuk pemilikan rumah.
Syarat penerima SSB dan SBUM juga sama dengan KPR FLPP. Namun untuk penyaluran subsidi dilakukan oleh Satuan Kerja di Ditjen Pembiayaan Perumahan.
Direktur Pola Pembiayaan Ditjen Pembiayaan Perumahan Didi Sunardi mengatakan, untuk pencairan SSB dilakukan terlebih dahulu verifikasi terhadap kualitas rumah subsidi yang dibangun pengembang. "Untuk meningkatkan akuntabilitas pemberian subsidi, kami menurunkan tim verifikasi ke lapangan. SSB atau SBUM belum bisa dicairkan biasanya karena prasarana sarana dan utilitas (PSU) belum siap seperti akses jalan dan drainase belum tersedia," kata Didi.
Sekretaris Ditjen Pembiayaan Perumahan Irma Yanti mengatakan, BP2BT baru diperkenalkan tahun ini yang akan mempermudah para pekerja informal untuk memiliki rumah pertamanya. "Tahun ini ditargetkan sebanyak 312 unit dengan anggaran Rp 10 miliar. Tahun 2019, kita usulkan anggaran BP2BT lebih besar yakni Rp 448 miliar untuk 14 ribu unit," ujar Irma.
Hingga semester I tahun 2018, capaian rumah subsidi yang telah didanai melalui KPR FLPP sebanyak 12.455 unit rumah atau senilai Rp 1,43 triliun. Sementara untuk realisasi SSB sebanyak 45.198 unit atau 20 persen dari target 225 ribu rumah dengan anggaran Rp 2,5 triliun.
SBUM sebanyak 51.365 unit atau 14,9 persen dari target tahun 2018 sebanyak 344.500 unit dengan anggaran Rp 1,3 triliun. Sementara untuk realisasi penyaluran dana FLPP tahun 2010 hingga 31 Juli 2018, telah mencapai Rp 32,36 triliun untuk 532.283 unit rumah.
Kelompok penerima manfaat KPR FLPP dari tahun 2010 terbagi atas 73,72 persen pegawai swasta, 12,85 persen Pegawai Negeri Sipil, 7,72 persen Wiraswasta, 3,98 persen TNI/Polri dan 1,73 persen untuk lainnya.
Upaya meningkatkan jumlah rumah MBR yang bisa mendapatkan subsidi terus dilakukan. Salah satunya dengan kebijakan perubahan proporsi kredit atau pembiayaan pemilikan rumah melalui FLPP dari 90 : 10 menjadi 75 : 25.
Kebijakan yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri PUPR Nomor 463 Tahun 2018 tersebut akan mulai berlaku 20 Agustus 2018. Dengan proporsi baru tersebut, dari total dana KPR, porsi pendanaan pemerintah menjadi 75 persen, sementara 25 persen menggunakan dana bank.
"Tahun 2018, PPDPP mengelola dana sebesar Rp 6,57 Triliun yang terdiri dari DIPA sebanyak Rp 2,18 triliun, saldo tahun 2017 sebesar Rp 2,049 triliun, serta target pengembalian pokok dan penarikan sebesar Rp 2,33 triliun.
Subsidi ini dibutuhkan agar MBR bisa menikmati bunga KPR murah tetap sebesar lima persen selama jangka waktu KPR FLPP antara 15 hingga 20 tahun. Jika tanpa subsidi, besar bunga yang harus dibayarkan mengikuti besaran suku bunga pasar.
Pemerintah telah menyediakan alternatif pembiayaan untuk perbankan melalui PT SMF (PT Sarana Multigriya Finansial) yang menyediakan //Cost Of Fund// yang murah bagi Bank Pelaksana.