Selasa 07 Aug 2018 05:34 WIB

Iran Tolak Tawaran Berunding karena AS Kerap Ingkar

Rouhani meminta warga untuk bersatu menghadapi masa-masa yang sulit.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Iran Hassan Rouhani.
Foto: AP
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Iran Hassan Rouhani.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA --  Presiden Iran Hassan Rouhani menolak tawaran berunding dari Amerika Serikat pada Senin (6/8) atau beberapa jam sebelum Washington mulai memberlakukan sanksi baru untuk Teheran. Sanksi tersebut merupakan lanjutan dari kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menarik diri dari perjanjian nuklir internasional Iran tahun 2015.

Washington mengatakan, satu-satunya cara bagi Iran untuk menghindari sanksi baru itu adalah dengan maju ke meja perundingan dan menghentikan program pengembangan senjata nuklir serta rudal mereka.

Namun dalam pidato yang disiarkan televisi, Rouhani menegaskan, Teheran tidak sudi duduk satu meja dengan Washington yang sudah terbukti banyak mengingkari kesepakatan di masa lalu.

"Jika Anda menusuk orang dari belakang dengan pisau lalu mengaku ingin berunding, maka hal pertama yang harus Anda lakukan adalah menjatuhkan pisau itu," kata Rouhani. "Kami tentu saja selalu mengutamakan diplomasi dan perundingan. Namun perundingan memerlukan kejujuran," kata dia.

Seruan Trump soal perundingan langsung, kata Rouhani, ditujukan hanya untuk keperluan di dalam negeri menjelang pemilu. Kebijakan Trump hanya ingin menciptakan kekacauan di Iran.

 Baca juga, Trump: Jika Terus Mengancam Iran akan Menderita.

Sejumlah negara Eropa yang turut menandatangani perjanjian nuklir tahun 2015 sudah berupaya meminta Trump untuk tidak mundur. Dalam perjanjian itu, Iran sepakat untuk mengurangi aktivitas nuklir mereka dengan imbalan pencabutan sanksi internasional.

Rouhani mengatakan Washington akan menyesali kebijakan yang sudah ditolak oleh negara-neara lain. "Amerika akan menyesal memberlakukan sanksi untuk Iran, dan mereka telah menjadi negara yang terkucil," kata dia.

Meski belum diterapkan, sanksi dari Amerika Serikat sudah mulai memukul perekonomian Iran dengan mengakibatkan jatuhnya mata uang rial dan inflasi. Sebagian warga sudah mulai turun ke jalan untuk memprotes kenaikan harga-harga.

Rouhani meminta warga untuk bersatu menghadapi masa-masa yang sulit. "Akan ada tekanan karena sanksi baru ini, tapi kita akan melaluinya dengan persatuan," kata dia.

Pada bulan lalu, Trump mengaku bersedia bertemu langsung dengan Rouhani tanpa prasyarat apa pun untuk mendiskusikan cara menormalisasi hubungan kedua negara.

Namun, para pejabat Iran dan komandan militer menolak tawaran Trump tersebut dengan menyebutnya sebagai "sebuah mimpi."

Baca juga, AS Ingin Menghapus Iran dari Pasar Minyak Dunia.

Sementara itu seperti dilaporkan Xinhua, Gedung Putih mengatakan dalam sebuah pernyataan Senin (6/8) bahwa Amerika Serikat akan mengaktifkan kembali sejumlah sanksi terhadap sektor keuangan dan industri Iran mulai Selasa (7/8).

photo
Trump Vs Rouhani

Tindakan tersebut akan diikuti dengan serangkaian sanksi lain yang dijadwalkan pada November. Paman Sam juga akan mengembalikan sanksi-sanksi AS terhadap Iran ke tingkat setara dengan masa sebelum kesepakatan multilateral utama dicapai pada 2015.

Sejumlah sanksi pertama menargetkan pembelian Teheran terhadap dolar AS, perdagangan emas dan logam mulia lainnya, serta penggunaan grafit, batu bara, aluminium dan baja dalam proses industri.

Putaran sanksi lainnya, yang akan diterapkan pada November, akan termasuk pada sektor pelabuhan, energi dan pengiriman, transaksi terkait perminyakan, dan transaksi asing dengan Bank Sentral Iran. menurut pernyataan itu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement