REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengumumkan undang-undang yang memberi otonomi lebih besar kepada kelompok Muslim di Filipina, Senin (6/8). Pengumuman UU tentang Hukum Organik untuk Daerah Otonomi Bangsamoro Muslim Mindanao ke Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dilakukan di Istana Malacanang di Manila.
Seperti dilansir di Channel News Asia pada Senin (6/8), Presiden Duterte meyakini regulasi itu mampu mengakhiri konflik separatis berdarah.
“Saya berharap (undang-undang) akhirnya akan mengakhiri konflik puluhan tahun yang berakar dalam perjuangan Bangsamoro untuk menentukan nasib sendiri dan pengakuan identitas unik mereka,” kata Duterte merujuk wilayah di mana banyak konflik telah berkecamuk.
Baca juga, Duterte Akhirnya Sahkan UU Otonomi Bangsamoro.
Dia menandatangani regulasi itu pada bulan lalu dan menyerahkan salinan simbolis pada pemimpin kelompok pemberontak Muslim terbesar di negara itu, Senin. Konflik puluhan tahun yang terjadi di wilayah Mindanao telah menewaskan sekitar 150 ribu jiwa sejak 1970an.
"Semoga ini berfungsi sebagai lintasan akhir untuk mencapai perdamaian sejati, stabilitas (dan) pemerintahan yang baik di Mindanao Muslim," ujar dia.
Ia mengajak semua pihak dapat bekerja sama menyelesaikan konflik berdarah tersebut. “Mari kita bekerja bersama melanjutkan proses penyembuhan dan rekonsiliasi,” ujar dia.
Undang-undang itu menegakkan perjanjian damai pada 2014. Dalam perjanjian ini MILF bersumpah tak lagi berupaya mencari kemerdekaan. Perjanjian perdamaian awal ditandatangani pendahulu Duterte, Benigno Aquino. Namun, Kongres sempat menolak mengesahkan undang-undang pendukung perjanjian itu. Fraksi pemberontak dan gerilyawan mulai berjanji setia kepada kelompok militan ISIS
Tahun lalu mereka menyerang kota selatan Marawi yang menyebabkan pertempuran selama lima bulan dan menewaskan 1.200 orang. Pemberontak menganggap sepertiga kepulauan Mindanao bagian selatan sebagai tanah air leluhurnya yang berasal dari pedagang Arab yang tiba pada abad ke-13.
Pada 1996, kelompok pemberontak besar lainnya dari Front Pembebasan Nasional Moro, menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah yang menciptakan wilayah otonomi Muslim di selatan. Namun, mereka disebut gagal mewujudkan perdamaian dan pembangunan.
Di bawah hukum Duterte, sebuah entitas politik baru yang dikenal sebagai Bangsamoro akan menggantikan daerah otonom saat ini. Entitas itu akan mendapat 75 persen dari pajak yang dikumpulkan, serta menerima alokasi dana tahunan senilai lima persen dari pendapatan nasional, atau sekitar 60 miliar peso (1,12 juta dolar AS).
Entitas itu juga memiliki parlemen dan pengadilan syariah Islam khusus untuk menangani kasus-kasus yang melibatkan umat Islam. Berdasarkan perjanjian damai pada 2014, undang-undang harus disetujui dalam referendum regional.