REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Prof Rahayu Surtiati dari Universitas Indonesia (UI) menilai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam suatu rapat umum dengan para relawannya bukanlah kiasan. Menurut guru besar linguistik itu, Kepala Negara sedang menyampaikan sebuah pengandaian.
“Itu (pernyataan Jokowi) bukan kiasan. Itu pengandaian,” kata Prof Rahayu Surtiati saat dihubungi, Senin (6/8) malam.
Pernyataan yang dimaksud adalah ucapan Presiden yang menganjurkan, relawan tidak takut kalau diajak berkelahi. Akademisi UI itu lebih lanjut menjelaskan perbedaan antara pengandaian dan kiasan.
Kalimat pengandaian juga disebut sebagai kalimat majemuk hubungan syarat. Hal itu ditandai dengan adanya konjungsi “kalau”, “jika”, “bila”, “seandainya”, atau yang semakna itu.
Dalam pernyataan Jokowi, “Kalau diajak (berantem)” menjadi klausa syarat, sedangkan “tidak boleh takut” adalah klausa utamanya.
“Enggak bikin musuh tapi kalau ditantang, ya lawan. Begitu. Jadi, enggak ada kiasan,” tegasnya.
“Kiasan itu kan sebenarnya seperti dibandingkan (antara satu hal dan hal lainnya). Memang kiasan termasuk metafora. (Wujud) metafora pun macam-macam. Ada kiasan. Ada simile,” paparnya lagi.
Rahayu memandang, inti ujaran Jokowi mengajak para pendengarnya untuk menjadi berani. Mereka diajak untuk tidak mencari-cari musuh, tetapi bila suatu waktu ada yang menyerang, lawanlah penyerang itu.
(Baca: Kiasan 'Kalau Diajak Berantem Juga Berani' yang Disesalkan)
Rahayu juga menyoroti absennya kata “kita” dalam ujaran Jokowi tersebut. Dengan begitu, Jokowi cenderung menyampaikan ajakan yang universal alias tertuju kepada siapa saja.
“(Pernyataan Jokowi) sangat umum. Dia tidak gunakan kata ‘kita’. Dia cuma katakan, ‘kalau diajak (berantem), tidak boleh takut.’ Jadi, dia tak menuju pada orang tertentu. Atau, bahwa dia juga akan begitu (kalau diajak berantem, tidak takut).”
Seperti diketahui, Jokowi tampil berpidato dalam rapat umum yang dihadiri ribuan orang relawan di Sentul International Convention Center, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu (4/8) lalu.
Dalam pidatonya, Kepala Negara sempat mengatakan kepada para relawan agar tidak membangun permusuhan, mengujarkan kebencian, memfitnah, dan mencela. Namun, mantan gubernur DKI Jakarta itu kemudian menyebut kata-kata yang belakangan membuat heboh publik.
“Tapi kalau diajak berantem juga berani. Tapi jangan ngajak lho. Saya bilang tadi, tolong digarisbawahi. Jangan ngajak. Kalau diajak, tidak boleh takut,” sebut Jokowi dalam kesempatan itu, Sabtu (4/8).
Pihak Istana melalui Juru Bicara Kepresidenan, Johan Budi, telah menegaskan bahwa pernyataan Jokowi tersebut adalah kiasan belaka.
“Yang disampaikan Jokowi itu kiasan. Berantem jangan diartikan secara fisik,” kata mantan jubir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu kepada wartawan di Hotel Mercure, Jakarta Utara, Ahad (5/8).