REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sentimen terhadap ekonomi Indonesia membaik karena laporan pertumbuhan ekonomi tumbuh dengan laju tercepat sejak 2013 pada kuartal kedua tahun ini. Produk Domestik Bruto tumbuh 5,27 persen (yoy) pada periode April hingga Juni 2018, naik dari 5,06 persen pada kuartal pertama.
Chief Market Strategist FXTM, Hussein Sayed, mengatakan, walaupun pertumbuhan ekonomi kuartal kedua ini dapat meningkatkan optimisme mengenai prospek pertumbuhan Indonesia, berbagai risiko eksternal berupa ketegangan dagang global dan ekspektasi suku bunga AS dapat memengaruhi momentum.
Dia mengingatkan ketegangan politik yang semakin menjadi antara Cina dan Amerika Serikat dapat memengaruhi permintaan eksternal secara negatif, sedangkan kenaikan suku bunga AS dapat mempercepat arus keluar modal.
Baca juga, Cara Pemerintah Stabilkan Nilai Tukar Rupiah
"Rupiah telah mengalami depresiasi sekitar 6,3 persen terhadap dolar AS tahun ini dan dapat semakin melemah apabila dolar semakin menguat," kata Hussein melalui siaran pers, Selasa.
Dia menambahkan, perhatian pelaku pasar akan tertuju pada data penjualan ritel yang dijadwalkan untuk diumumkan pada Rabu (8/8) dan mungkin memberi gambaran mengenai keadaan ekonomi Indonesia. "Data penjualan ritel yang positif dapat semakin memperkuat rupiah terhadap dolar AS," imbuhnya.
Berdasarkan data Bloomberg USDIDR Spot Exchange Rate, perdagangan rupiah pada Selasa (7/8) dibuka di level Rp 14.490 per dolar AS. Sedangkan penutupan pada Senin (6/8) di level Rp 14.478 per dolar AS.
Sementara berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) di Bank Indonesia, nilai tukar rupiah ditetapkan sebesar Rp 14.485 per dolar AS pada Selasa (7/8), menguat 4 poin dibandingkan Senin (6/8) di level Rp 14.481 per dolar AS.
Pada Senin (6/8) kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 5,27 persen (year on year) pada kuartal II 2018. Angka itu lebih tinggi dibanding capaian pada kuartal-II 2017 yang sebesar 5,01 persen.
Begitu pula jika dibandingkan dengan capaian pada kuartal II 2016 yang sebesar 5,21 persen. "Ini sesuatu yang bagus karena pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya," kata Kepala BPS Suhariyanto.
Berdasarkan pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,14 persen (yoy). Angka itu lebih baik dibandingkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal-II 2017 yang hanya 4,95 persen (yoy).
BPS mencatat konsumsi rumah tangga masih mendominasi struktur ekonomi dengan porsi sebesar 55,43 persen.