REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam negara-negara yang berbisnis dengan Iran. Ia mengatakan negara yang menjalin bisnis dengan Teheran tak akan berbisnis dengan AS.
"Siapa pun yang berbisnis dengan Iran tidak akan berbisnis dengan AS. Saya meminta perdamaian dunia, tidak kurang!" kata Trump.
AS baru saja memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sanksi itu menargetkan sektor keungan dan perbankan Iran.
"Ini adalah sanksi paling menggigit yang pernah diberlakukan, dan pada bulan November, mereka (sanksi) naik ke tingkat lain," ujar Trump.
Sanksi ekonomi diberlakukan kepada Iran dengan menyasar sektor perbankan yang meliputi pembelian atau akuisisi uang kertas AS oleh pemerintah Iran. Selain itu, sanksi termasuk perdagangan emas dan logam mulia Iran, grafit, aluminium, baja, batu bara dan perangkat lunak yang digunakan dalam proses industri.
Sanksi juga memberikan dampak terhadap transaksi terkait mata uang rian Iran, kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan utang luar negeri hingga sektor otomotif Teheran. AS telah berencana menerapkan sanksi gelombang kedua pada 4 November. Sanksi tambahan itu akan menargetkan sektor energi, terutama ekspor minyak Iran.
Saat ini, AS dilaporkan masih bernegosiasi dengan berbagai negara di seluruh dunia. Mereka berupaya melobi negara-negara itu untuk menekan pembelian minyak mentah dari Iran. Sebab, pemerintahan Trump bermaksud memangkas ekspor minyak Iran hingga ke nol pada 4 November, yakni ketika mulai menerapkan sanksinya.
Sebagian besar analis menilai target itu akan sangat sulit dicapai. Kendati demikian, AS tetap berupaya, termasuk memperingatkan para sekutunya untuk mulai memangkas impor minyak dari Iran. Bila tidak, AS tak segan menjatuhkan sanksi kepadap mereka.
Namun, AS dilaporkan gagal melobi dan membujuk Cina untuk memangkas impor minyaknya dari Iran. Dua pejabat AS yang akrab dengan negosiasi antara Cina dan AS mengatakan, walaupun Beijing tak bersedia memangkas pasokan impornya, tapi mereka setuju untuk tidak meningkatkan pembelian minyak mentahnya dari Iran. Hal itu sedikit menenangkan AS. Sebab, Cina sempat dikhawatirkan akan melemahkan upaya Washington mengisolasi Iran.
Cina merupakan negara pembeli minyak mentah terbesar di dunia. Negeri Tirai Bambu juga merupakan pelanggan utama Iran. Menurut data pelacakan kapal yang dihimpun Bloomberg, Cina menyumbang 35 persen ekspor minyak Iran bulan lalu.
Keputusan AS menjatuhkan sanksi-sanksi itu berkaitan dengan keengganan Iran merevisi kesepakatan nuklir yang tercapai pada Oktober 2015, yang dikenal dengan istilah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Trump berulang kali menyatakan ketidakpuasannya terhadap JCPOA. Ia menilai JCPOA adalah kesepakatan yang cacat. Sebab, dalam JCPOA tak diatur tentang program rudal balistik Iran, kegiatan nuklirnya selepas 2025, dan perannya dalam konflik Yaman serta Suriah. Akhirnya pada Mei lalu, Trump menarik AS dari kesepakatan tersebut.
Baca: Uni Eropa Lawan Sanksi AS untuk Iran