Rabu 08 Aug 2018 13:35 WIB

Mahkamah Agung Diminta Batalkan UU Negara Bangsa Yahudi

UU negara bangsa Yahudi memiliki karakteristik apartheid.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Komunitas Druze di Israel memprotes UU negara Yahudi di Tel Aviv, Israel, Sabtu (4/8).
Foto: AP Photo/Sebastian Scheiner
Komunitas Druze di Israel memprotes UU negara Yahudi di Tel Aviv, Israel, Sabtu (4/8).

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- The Legal Center for Arab Minority Rights (LCAMR), sebuah organisasi yang mewakili minoritas Arab-Israel, mengajukan petisi ke Mahkamah Agung Israel pada Selasa (7/8). Mereka meminta Mahkamah Agung Israel membatalkan Undang-Undang (UU) Negara Bangsa Yahudi yang disahkan Knesset (parlemen Israel) bulan lalu.

Petisi LCAMR diserahkan atas nama kepemimpinan politik Arab di Israel. "Dalam dokumen hampir 60 halaman, para pemohon menyerukan Mahkamah Agung Israel membatalkan UU Negara Bangsa Yahudi yang merupakan UU rasis dan bertentangan dengan semua norma hukum internasional," kata LCAMR dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Anadolu Agency.

Menurut LCAMR, UU Negara Bangsa Yahudi yang mendefinisikan Israel adalah negara khusus Yahudi telah mendiskreditkan masyarakat Palestina di negara tersebut yang mencapai sekitar 20 persen dari total penduduk Israel.

"UU ini memiliki semua karakteristik apartheid. Ini menjamin karakter etnis-religius Israel sebagai eksklusif Yahudi dan menguasai hak istimewa yang dinikmati warga Yahudi," kata LCAMR.

Baca juga, Turki Kecam UU Negara Bangsa Yahudi Israel.

UU Negara Bangsa Yahudi disahkan Knesset pada 19 Juli. UU itu menuai kecaman karena dianggap rasis dan mempromosikan kebijakan apartheid. Sebab dengan UU tersebut, Israel mendefinisikan diri sebagai negara Yahudi.

UU yang memiliki kedudukan mirip konstitusi itu dikhwawatirkan akan memperluas aneksasi Israel atas tanah Palestina di wilayah pendudukan, yakni di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Hal ini karena UU itu menyebut perluasan permukiman Yahudi merupakan nilai nasional.

Dengan kata lain, UU Negara Bangsa mendorong dan mempromosikan kegiatan pembangunan mereka, termasuk di wilayah pendudukan. Padahal PBB telah menyatakan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur ilegal menurut hukum internasional.

UU Negara Bangsa Yahudi juga dikhawatirkan akan semakin memarginalkan masyarakat Palestina berkewarganegaraan Israel yang mencapai 1,8 juta orang atau sekitar 20 persen dari total populasi masyarakat Israel.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement