REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Peneliti lahan gambut dari Universitas Greifswald, Prof Dr Hans Joosten, menilai program pembasahan (rewetting) lahan gambut oleh Indonesia sangat baik. Ia menyatakan bahwa Indonesia telah melakukan pembahasan terhadap lebih banyak lahan gambut daripada seluruh Eropa sepanjang sejarah.
Ia mencontohkan bahwa dalam dua tahun Badan Restorasi Gambut Indonesia telah berhasil melakukan pembasahan lebih dari 200 ribu hektare lahan gambut. Sedangkan pembasahan gambut di Jerman seluas 2.000 hektare dilakukan secara tidak sengaja akibat banjir dari Laut Baltik pada tahun 1995/96.
Ketua Studi Gambut dan Paleoekologi Universitas Greifswald itu menyatakan bahwa mayoritas lahan gambut di Eropa telah dikeringkan untuk menjadi area pertanian dan peternakan. Hingga saat ini belum ada kebijakan terpadu dari Uni Eropa untuk melakukan pembasahan gambut untuk mencegah emisi GHG. Dicontohkan olehnya bahwa pengeringan lahan gambut di Belanda yang dilakukan terus-menerus merupakan penyebab utama negara tersebut mengalami penurunan lahan atau subsidence.
Dalam kunjungannya ke lahan gambut di Anklamer Stadtburch di timur laut Jerman, Duta Besar RI Havas Oegroseno menyaksikan langsung lahan gambut baik dalam kondisi kering yang dipakai untuk pertanian dan peternakan, maupun dalam kondisi basah di pantai Laut Baltik.
Prof Joosten bersama timnya dari Greifswald Moor Centrum menerapkan sistem pertanian gambut yang ramah lingkungan, yaitu Paludikultur. Gambut dapat menjadi lahan produktif dan memberikan manfaat ekonomi tanpa harus mengorbankan lingkungan, yaitu melalui pemilihan jenis tanaman komoditi yang tepat kondisi.
Jenis tanaman yang diproduksi di lahan gambut Anklamer ini umumnya adalah Cattails yang dapat diolah menjadi makanan dan Reeds yang dapat dipergunakan sebagai bahan atap rumah (atap jerami) dan juga dapat diolah menjadi dinding tahan api dan insulator. "Paludikultur ini dapat diterapkan di Indonesia," kata Joosten.
Joosten yang tergabung dalam tim Remote Sensing Solutions GmbH, beserta BPPT dan Universitas Sriwijaya memenangkan Indonesian Peat Prize pada Februari 2018, suatu proses untuk mencari metode riset dan pemetaan terbaik dalam mengukur luas dan kedalaman lahan gambut di Indonesia.
Anggota Parlemen Negara Bagian Macklenburg-Vorpommern, Patrick Dahlemann, juga ikut mendampingi kunjungan Duta Besar RI ke lahan gambut di Anklamer Stadtburch dan merasa terkejut dengan potensi ekonomi dari lahan gambut. Dalam wawancara oleh stasiun televisi NDR/Arte, Duta Besar RI menyampaikan prestasi Indonesia dalam upaya restorasi lahan gambut yang dapat ditiru oleh Jerman dan bahwa kedua negara dapat saling belajar mengenai penanganan dan penggunaan lahan gambut.
"Paludikultur membuktikan bahwa lahan gambut pun dapat menjadi lahan produktif selama tercapai keseimbangan antara elemen perlindungan lingkungan dan elemen keuntungan ekonomi," ujar Dahlemann.