REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia. Sanksi dijatuhkan karena AS menyakini Moskow telah menggunakan racun saraf untuk menyerang bekas mata-mata Rusia beserta putrinya di Inggris.
Pejabat tinggi Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa Deplu telah memberi tahu Kremlin soal sanksi tersebut pada Rabu (7/8). Sergei Skripal, mantan kolonel pada dinas intelijen militer Rusia, GRU, dan putrinya, yang berusia 33 tahun, Yulia, ditemukan dalam keadaan tidak sadar di kota Inggris selatan, Salisbury, pada Maret. Mereka terkapar setelah cairan mengandung zat saraf jenis Novichok melekat di pintu depan rumah mereka.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Heather Nauert, mengatakan Deplu berkeyakinan bahwa Rusia menggunakan senjata kimia atau hayati, yang merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional. Rusia juga diyakini telah menggunakan senjata kimia atau biologis terhadap warga negaranya sendiri.
Sanksi AS akan diterapkan pada barang-barang keamanan nasional yang sensitif. Pejabat tersebut mengutip Undang-undang 1991 soal Penghapusan Senjata dan Peperangan Kimia dan Hayati.
Namun, beberapa pengecualian akan diberikan pada kegiatan penerbangan luar angkasa serta sektor-sektor yang berkaitan dengan keselamatan penerbangan penumpang komersial. Pengecualian itu akan diterapkan secara kasus per kasus.
Pejabat tersebut mengatakan gelombang kedua sanksi yang "lebih kejam" akan diterapkan setelah 90 hari. Sanksi diterapkan kecuali Rusia memberikan "jaminan yang bisa dipercaya" bahwa negara itu tidak akan lagi menggunakan senjata kimia. Negara itu juga diminta memberi Perserikatan Bangsa-bangsa akses untuk melakukan penyelidikan di lapangan.
Pengumuman soal sanksi itu muncul pada saat Senator AS asal Partai Republik, Rand Paul, mengatakan bahwa ia pernah menyampaikan surat dari Presiden AS Donald Trump kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Surat itu berisi usulan kerja sama.
Inggris menyambut keputusan Washington menerapkan sanksi baru terhadap Rusia itu. Inggris selama ini menuding Rusia sebagai dalang di balik serangan terhadap Skripal. Bersama AS serta sejumlah negara sekutu Barat, Inggris mengusir puluhan diplomat Rusia.
Rusia selalu membantah tudingan terlibat dalam peracunan itu dan mengusir diplomat Barat sebagai pembalasan.
"Kerajaan Bersatu menyambut tindakan lebih lanjut ini yang dijalankan oleh sekutu-sekutu AS kami," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Inggris dalam pernyataan.
"Tanggapan internasional yang kuat terhadap penggunakan senjata kimia di jalanan Salisbury merupakan pesan tegas kepada Rusia tidak akan bisa melenggang begitu saja setelah melakukan tindakan yang provokatif dan sembrono itu.