REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk menetapkan Hari Raya Idul Adha 1439 Hijriyah/2018, Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar sidang itsbat di Kantor Kemenag, Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu (11/8). Sidang itsbat akan dilakukan secara tertutup, dan akan didahului acara sarasehan yang melibatkan seluruh organisasi masyarakat Islam dan pihak terkait.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag sekaligus Ketua Tim Falakiyah, Juraidi mengatakan berdasarkan hasil rapat Tim Falakiyah, Idul Adha tahun ini akan diperingati secara serentak.
"Hasil rapat kita hari ini, Tim Falakiyah. Laporan mereka itu kemungkinan juga sama. Di Indonesia insya Allah tidak ada perbedaan. Menurut pakar kita, insya Allah sampai 2021 ini posisi hilal menguntungkan untuk bersama," ujar Juraidi saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (9/8).
Kendati demikian, menurut dia, penentuan awal bulan Dzulhijah itu tetap harus melalui proses sidang itsbat berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Karena itu, ia saat ini sudah melakukan berbagai persiapan untuk menggelar sidang itu.
"Seperti biasa persiapannya kita akan mengundang para peserta dari Ormas Islam bahkan juga dari Dubes dari negara sahabat. Kita juga meminta Kanwil Kemenag untuk melakukan rukyatul hilal dan melaporkannya sebagai bahan untuk sidang itsbat itu," ucapnya.
Ia akan mengirimkan petugas rukyatul hilal ke 97 titik pemantauan yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia, sehingga bisa menentukan awal Dzulhijah. Dia pun berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat untuk menentukan Idul Adha.
Seandainya ada perbedaan dengan Arab Saudi, Juraidi tetap mengimbau kepada masyarakat agar mengikuti hasil sidang itsbat pemerintah. Karena, menurut dia, Arab Saudi memang selalu lebih dulu penetapannya dikarenakan perbedaan mathla' (tempat terbitnya bulan).
"Diharapkan kepada masyarakat untuk mengikuti apa yang ditetapkan pemerintah. Kalaupun berbeda dengan Saudi kan ada alasannya," katanya.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tajdid, Yunahar Ilyas memastikan akan menghadiri sidang itsbat untuk menetapkan awal Dzulhijah yang bakal di gelar Kemenag. PP Muhammadiyah sudah mengumumkan penentuan awal Dzulhijah 1439 Hijriah berdasarkan hasil 'hisab hakiki wujudul hilal'.
"Ya biasanya kita kirim utusan untuk hadir demi kebersamaan," ujar Yunahar saat dikonfirmasi lebih lanjut.
Melalui maklumatnya, PP Muhammadiyah telah menetapkan untuk 1 Dzulhijah 1439 H jatuh pada Senin (13/8) mendatang. Kemudian hari Arafah 9 Dzulhijah 1439 H jatuh pada Selasa (21/8), dan Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijah 1439 H jatuh pada Rabu (22/8).
Dia pun yakin tahun ini mayoritas ormas Islam akan merayakan Idul Adha secara bersamaan. Dia juga berharap agar maklumat penetapan Idul Adha tersebut menjadi panduan bagi warga Muhammadiyah.
"Tidak ada potensi perbedaan insya Allah," ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Lembaga Falakiyah PBNU, Sirri Wafa. Menurut dia, untuk menentukan awal Dzulhijah PBNU akan menggelar rukyatul hilal pada Ahad (12/8). Menurut dia, PBNU akan menyebar petugasnya di 90-100 titik di seluruh Indonesia untuk memantau hilalm
"Seperti biasa PBNU kan ada di sekian banyak titik yang sudah tersebar. Tapi mungkin PBNU akan melaksanakan rukyatnya itu hari Ahad (12/8), berbeda dengan Kemenag," katanya saat dihubungi lebih lanjut.
Menurut dia, pelaksanaan rukyat PBNU berbeda dengan Kemenag karena berdasarkan kalender Kemenag tanggal 11 itu sudah masuk 29 Dzulqa’dah. PBNU menganggap saat itu masih 28 Dzulqa'dah karena posisi hilalnya masih rendah.
Kendati demikian, kata dia, PBNU memprediksi Idul Adha tahun ini akan dirayakan bersamaan. Dia juga memastikan akan menghadiri sidang itsbat yang digelar Kemenag dengan alasan kebersamaan.
"Tapi kemungkinan penetapan 1 Dzulhijjah-nya sama yaitu Senin (13/8), karena posisi hilalnya itu nanti pada tanggl 11 Agustus masih rendah," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin juga memperkirakan ormas Islam akan seragam dalam menetapkan awal Dzulhijah tahun ini.
"Insya Allah awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijj ah akan seragam sampai 2021. Sumber perbedaan hanya karena perbedaan kriteria antar-ormas besar. NU menggunakan kriteria tinggi bulan dua derajat, sedangkan Muhammadiyah menggunakan kriteria wujudul hilal (tinggi bulan dekat 0 derajat)," kata Thomas saat dikonfirmasi.
Dia menjelaskan, sampai 2021 mendatang tinggi bulan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah lebih dari dua derajat atau masih minus. Menurut dia, kondisi inilah yang menyebabkan keseragaman beberapa tahun ini sampai 2021.
"Contohnya, pada awal Dzulhijjah tinggi bulan masih minus, jadi 1 Dzulhijjah jatuh pada 13 Agustus sehingga Idul Adha akan seragam 22 Agustus. Namun masih ada catatan. Kalau keputusan Arab Saudi berbeda (yang sulit diduga), bisa jadi sebagian kecil masyarakat mengikuti keputusan Arab Saudi," ujar Thomas.