REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pencapresan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Suhud Aliyudin mengatakan, tuduhan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Andi Arief membuat posisi partainya tersudut. Suhud menilai, Andi Arief membuat komunikasi antara PKS, PAN dan Gerindra menjadi macet.
"Itu kan membuat komunikasi politik jadi macet. Itu yang kami cermati," katanya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (9/8).
Menurutnya, PKS masih belum resmi menerima keputusan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto yang mengerucutkan dua nama calon wakil presiden (cawapres). Dua nama itu tak lain adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sandiaga Uno. Hingga saat ini, Suhud menambahkan, PKS masih setia dengan rekomendasi Ijtima Ulama GNPF untuk mengusung ustaz Abdul Somad dan Salim Segaf Al Jufri sebagai cawapres Prabowo. Sedangkan nama calon di luar rekomendasi itu, akan dibahas di tingkat DPP PKS.
"Keputusannya seperti apa, nanti secara resmi akan disampaikan PKS terkait capres dan cawapres yang akan didukung," ujarnya.
Meski masih ada kemungkinan keluar sebagai pendukung Prabowo, Suhud menilai kesempatan bergabungnya PKS mendukung Joko Widodo sangat tidak memungkinkan. Namun, masih ada peluang untuk membentuk poros ketiga. Ia menambahkan, kemungkinan membentuk poros baru harus melihat dinamika politik yang terjadi.
"Tergantung partai lain apalah mau dengan kemungkiman itu. Tidak mudah juga poros ketiga itu," katanya.
Baca juga: Soal Jenderal Kardus, Demokrat: Itu Ketidakpuasan Andi Arief
Suhud menyatakan, PKS juga masih menunggu sikap PAN, yang juga disebut Andi Arief menerima mahar politik dari Sandiaga Uno. Karena itu, ia mengatakan, sampai detik akhir segala kemungkinan masih bisa terjadi. "Dinamika yang terjadi cukup tinggi, karena fitnah itu menyerang PKS dan PAN. Apakah PAN menerima itu?," ucapnya.
Terkait penyataan Andi, Suhud mengungkapkan, PKS pasti akan membawa kasus itu ke ranah hukum. Meski dinilai sebagai pernyataan oknum, bukan peryataan institusi, ia menilai tuduhan itu sangat merugikan PKS. Ia mengultimatum, jika Andi Arief tak bisa membuktikan atau meminta maaf atas tuduhannya, tim kuasa hukum PKS akan bergerak.
"Saya sendiri belum tahu langkahnya seperti apa, tapi yang pasti kami akan melakukan langkah hukum terhasap peryataan Pak Andi Arief," kata dia.
Suhud menegaskan, PKS tidak menerima mahar sepeserpun dari Sandiaga. Pasalnya, hingga saat ini PKS masih berpegang pada rekomendasi Ijtima Ulama GNPF. "Kami pastikan tidak (menerima uang). Jadi belum memutuskan menerima usulan Prabowo tentang pasangan yang akan dimajukan secara resmi," kata dia.
Sebelumnya, Politikus Partai Demokrat Andi Arief mengeluarkan pernyataan keras di akun twitternya, pada Rabu (8/8) malam. Ada dugaan Andi Arief kecewa dengan munculnya nama Sandiaga Uno sebagai cawapres dari Prabowo Subianto.
"Prabowo ternyata kardus, malam ini kami menolak kedatangannya ke Kuningan. Bahkan keinginan dia menjelaskan lewat surat sudah tak perlu lagi. Prabowo lebih menghargai uang ketimbang perjuangan. Jendral kardus," cicit Andi Arief.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarif Hasan mengatakan, istilah 'Jenderal Kardus' adalah luapan emosi pribadi Andi Arief atas ketidakpuasan terhadap kondisi koalisi parpol yang ada. Syarif enggan berkomentar terkait kebenaran jika Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, memberikan uang Rp 500 miliar ke PKS dan PAN untuk posisi calon wakil presiden (cawapres).
"Yang penting apa yang disampaikan oleh Andi Arief (soal jenderal kardus) itu merupakan manifestasi daripada ketidakpuasan," ujarnya, Kamis (9/8) dini hari.
Selain itu, Syarif Hasan juga menegaskan bahwa Partai Demokrat selama ini tidak pernah meminta kepada Partai Gerindra untuk meminta posisi cawapres. Justru, kata Syarif, posisi cawapres itu diserahkan kepada capresnya. "Tapi tentunya setelah diputuskan harus disampaikan kepada Partai Demokrat," katanya.
Baca juga: Soal Mahar Rp 500 M, Bawaslu Minta Andi Arief Datang Melapor