REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah plang bertuliskan ‘Tanah Milik Pemprov DKI’ terpasang di Pasar Kambing, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Papan ini menandakan bahwa lahan di Pasar Kambing ini merupakan lahan milik Pemprov DKI Jakarta.
Keberadaan plang ini tentu saja membuat kaget para pedagang. Koordinator pedagang Pasar Kambing Tanah Abang, Farid, menyayangkan pemasangan plang tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan para pedagang.
Ia menepis anggapan bahwa dirinya dan pedagang kambing lain merupakan pedagang liar. Menurutnya, belum ada komunikasi yang intensif antara para pedagang di Pasar Kambing dengan pihak pemprov terkait kepemilikan lahan tersebut.
"Kami ini jangan dikategorikan pedagang kaki lima, kalau ada plang itu berarti bisa saja dong nih lapak tinggal diangkut sama Pemda?" kata Farid kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Ia mengaku, pernah ada petugas yang ingin mengukur luas tanah yang berlokasi di samping Puskesmas Kebon Melati ini. Tapi ia mencegahnya karena surat tugasnya tidak ada. Ia juga mempertanyakan jika memang aset Pemprov, mengapa tidak mengetahui luas lahan tersebut.
Namun, ia tidak menolak jika lahannya harus dikelola oleh PD Pasar Jaya. Karena ia pun enggan mengakui kalau lahan yang ia pakai merupakan miliknya. "Saya enggak ngakuin ini tanah saya, tapi kenapa enggak dikelola juga? Harusnya PD Pasar Jaya bilang sebelumnya," kata Farid.
Lahan tersebut, sudah ditempati Farid bersama puluhan pedagang lain sejak tahun 1986. Ia mengklaim telah meneruskan usaha turun-temurun dari kakeknya sejak zaman penjajahan Belanda.
Padahal menjelang Hari Raya Idul Adha, geliat di Pasar Kambing ini semakin terasa. Para pembeli sudah terlihat mulai berdatangan untuk membeli kambing untuk kurban, atau sekedar hanya untuk bertanya soal kambing. Tak tanggung-tanggung, pedagang di Pasar Kambing mampu menjual 100 ekor per harinya.
Bang Aan, begitu ia kerap dipanggil, sudah menjadi pedagang kambing hidup sejak 1983. Dengan dialek Betawi yang kental, ia mengaku berjualan kambing merupakan suatu kebanggaan tersendiri.
"Dari tuh kompeni (Belanda) masih di mari nih, engkong ane udah jualan di Tanah Abang," kata Aan.
Tidak seperti pedagang kambing musiman, Aan memang berprofesi sebagai penjual kambing hidup. Ketika hari-hari biasa, pembeli yang datang merupakan pedagang makanan berbahan kambing dan pembeli yang menggunakan kambing untuk keperluan akikah.
Namun, ketika hari tertentu seperti Idul Adha, pengunjung yang datang langsung naik secara signifikan. Biasanya, kata Aan, puncak pembeli jatuh pada tiga hari terakhir sebelum Idul Adha. "Nah selama tiga hari itu tuh, bisa kejual 300 ekor (per hari)," ungkap Aan.
Aan mengakui jika penghasilannya dari berjualan kambing sangat potensial. Namun, modal yang dikeluarkan untuk merawat kambing pun terbilang sangat tinggi. Misalnya, ia harus membeli rumput seharga Rp 25 ribu per karung dengan berat 25 kilogram.
Jumlah rumput itu, masih dianggap belum cukup. Aan lalu menyuruh karyawannya untuk mencari kulit jagung di sekitar pasar Tanah Abang. Setiap 30 kambing, katanya, menghabiskan 6 karung rumput dan kulit jagung.
Kambing-kambing yang ia jual, ternyata bukan peliharaannya. Ia mendapat pasokan dari luar daerah seperti Wonosobo, Bumiayu, bahkan Lampung. Ia juga memiliki klasifikasi terhadap kambing-kambing yang ia jual.
Untuk kambing kelas B dengan bobot 20-22 kilogram, dihargai sebesar Rp 2 juta, kelas A dengan berat 35 kilogram, ia jual dengan harga Rp 3 juta. Kelas paling tinggi atau super dibanderol dengan harga Rp 6 juta untuk bobot lebih dari 45 kilogram.
Hal senada juga dialami Farid, pedagang kambing lain yang telah berkecimpung sejak tahun 1977. Sebelum menempati lapak di Pasar Kambing jalan Sabeni, Tanah Abang, ia berjualan kambing bersama ayahnya di sekitar kawasan yang sekarang menjadi pusat tekstil.
Pada tahun 1986 hingga saat ini, ia dan pedagang lainnya dipindahkan ke tempat sementara di jalan Sabeni, kelurahan Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Meskipun dipindahkan, pembeli tetap berdatangan ke lapaknya.
Farid juga melayani pembeli dengan layanan antar langsung ke rumah. Tak hanya itu, jika pengunjung membeli kambingnya jauh sebelum Idul Adha, Farid mengizinkan kambing yang sudah dibeli untuk dititipkan di lapaknya hingga hari Tasyrik tiba, tanpa biaya tambahan. "Tapi kalau layanan antar minimal lima ekor," ucap Farid.
Sementara itu, Camat Tanah Abang, Dedi Arif Darsono membenarkan bahwa lahan tersebut sedang dalam masa rekonsiliasi antar pedagang dengan pihak Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD). Ia menyampaikan, terjadi miskomunikasi di lapangan antara pihak pemprov dengan paguyuban pedagang kambing.
"Itu tanah milik pemda, mereka (pedagang) khawatir kalau ada plang tersebut nanti digusur karena sudah dekat-dekat Idul Adha," kata Dedi kepada Republika melalui sambungan telepon.
Di tempat terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno menyatakan bahwa lahan Pasar Kambing adalah milik Pemprov DKI. "Kalau kami memasang plang itu berarti sudah secara hukum milik Pemprov, ada sertifikatnya dan tercatat di buku aset," tegas Sandi.