Sabtu 11 Aug 2018 08:14 WIB

Harga Minyak Naik Dipicu Sanksi terhadap Iran

Banyak negara yang menentang sanksi terhadap Iran.

Harga minyak dunia (ilustrasi).
Foto: REUTERS/Max Rossi
Harga minyak dunia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah naik lebih dari 1 persen pada akhir perdagangan Jumat waktu internasional atau Sabtu (11/8) pagi WIB. Kenaikan harga minyak dipicu sanksi-sanksi AS terhadap Iran tampaknya akan memperketat pasokan.

Namun, kontrak berjangka membukukan penurunan pekanan. Investor khawatir bahwa perselisihan perdagangan global dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan energi.

Patokan internasional, minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober menetap 0,74 dolar AS lebih tinggi menjadi 72,96 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Sementara itu, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September naik 0,82 dolar AS menjadi menetap di 67,63 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Aksi jual pada Rabu (8/8) meninggalkan kedua acuan turun untuk minggu ini, dengan Brent turun 0,5 persen dan minyak mentah AS turun 1,2 persen. Harga minyak diperkirakan akan tetap di bawah tekanan karena permintaan bensin AS melambat memasuki musim gugur. Sementara itu, penyuling-penyuling tutup untuk pemeliharaan.

"Hal ini mendorong lebih banyak minyak mentah di penyimpanan," kata Tariq Zahir, anggota pengelola di Tyche Capital di New York.

Persediaan minyak mentah AS turun lebih rendah dari yang diperkirakan pada pekan terakhir. Data yang dirilis pada Jumat (10/8) menunjukkan perusahaan-perusahaan energi AS pekan ini menambahkan rig minyak lebih banyak sejak Mei.

Perusahaan-perusahaan pengeboran menambahkan 10 rig minyak dalam seminggu yang berakhir 10 Agustus, sehingga total menjadi 869 rig, paling besar sejak Maret 2015. Meningkatnya perselisihan perdagangan antara AS, Cina, dan negara-negara lain telah meredupkan prospek pertumbuhan ekonomi dan mendorong dolar AS menguat.

Penguatan dolar membuat minyak lebih mahal bagi konsumen yang menggunakan mata uang lainnya. Mata uang emerging economies utama termasuk Cina, India dan Turki telah merosot.

Meskipun Uni Eropa, Cina dan India menentang sanksi-sanksi AS terhadap Iran, banyak negara yang diperkirakan akan tunduk terhadap tekanan AS. Para analis memperkirakan ekspor minyak mentah Iran akan turun antara 500.000 hingga 1,3 juta barel per hari.

Para pembeli di Jepang, Korea Selatan dan India sudah mengurangi pesanan mereka. Pengurangan akan tergantung pada apakah para pembeli minyak Iran menerima keringanan yang akan memungkinkan beberapa impor.

Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pada Jumat (10/8) bahwa pasar minyak bisa melihat lebih banyak turbulensi. "Pendinginan pasar baru-baru ini, dengan berkurangnya ketegangan pasokan jangka pendek, harga saat ini lebih rendah, dan pertumbuhan permintaan yang lebih lemah mungkin bukan yang terakhir," kata IEA dalam laporan bulanannya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement