REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan pemerintah siap mengantisipasi beragam ancaman keamanan termasuk aksi terorisme menjelang, selama, dan setelah Pemilu Presiden 2019.
"Potensi ancaman terorisme pasti ada, dan itu yang kita waspadai, antisipasi, jangan lengah," katanya, usai melakukan kunjungan kerja ke Filipina, Sabtu (11/8).
Ryamizard mengatakan antisipasi dan pencegahan yang efektif harus dilakukan oleh semua pihak, melibatkan seluruh instansi termasuk rakyat. "Tidak mungkin hanya aparat keamanan saja, semua harus terlibat semua instansi dan rakyat," ujarnya.
Menhan menegaskan ancaman terorisme itu nyata. "Maka perlu kerja sama semua pihak untuk mengantisipasi dan mengatasinya. Di dalam negeri kita harus solid, bersatu. Dengan luar negeri, kita harus menjalin kerja sama yang baik dengan semua negara untuk memberantas terorisme. Kita tidak bisa sendiri-sendiri," kata mantan kepala staf Angkatan Darat itu.
Apalagi pemerintah telah mencatat puluhan teroris asing (foreign terrorist fighters/FTF), yaitu orang Indonesia yang kembali ke Indonesia dari Suriah dan Irak. Data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menunjukkan 500-an lebih milisi ISIS asal Indonesia telah kembali ke Tanah Air.
Selain itu, kata Menhan, geografis Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudra, sangat terbuka untuk aksi-aksi terorisme. "Karena itu perlu kerja sama baik di dalam maupun dengan negara-negara lain, termasuk Filipina," ujar Ryamizard.
Selain kerja sama global, Pemerintah Indonesia mengelaborasi pendekatan lunak dan keras. Pendekatan lunak adalah langkah pencegahan melalui berbagai kegiatan kontra-radikalisasi dan deradikalisasi. Pendekatan keras ditempuh oleh BNPT bersama TNI dan Polri dengan penindakan sesuai dengan hukum yang berlaku.