Ahad 12 Aug 2018 20:51 WIB

Tangkapan Ubur-Ubur Nelayan di Cilacap Melimpah

Meski harga ubur-ubur turun, nelayan dinilai masih untung karena pasokan melimpah.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Nur Aini
Ubur-ubur ditangkap para nelayan.
Foto: Antara
Ubur-ubur ditangkap para nelayan.

REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Ubur-ubur di Kabupaten Cilacap saat ini melimpah. Akibatnya, harga ubur-ubur tangkapan nelayan setempat turun.

Bila pada awal musim panen awal Agustus 2018 lalu pengusaha setempat bersedia membeli dengan harga Rp 700 per kg, saat ini hanya mau membeli dengan harga Rp 600 per kg.

''Penurunan harga terjadi karena banyak hal. Selain ubur-ubur yang ditangkap nelayan sangat banyak, pihak pengusaha di Cilacap sendiri tidak memiliki sarana memadai untuk menampung ubur-ubur dalam jumlah besar,'' kata Ketua Kelompok Nelayan Pandanarang, Tarmuji, Ahad (12/8).

Dia menyebutkan, panen ubur-ubur saat ini memang jauh lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada musim angin timur tahun lalu, panen ubur-ubur tidak sebanyak sekarang dan hanya muncul dalam waktu tidak lama.

Pada tahun lalu, kata Tarmuji, harga ubur-ubur bisa dihargai minimal Rp 1.000 per kg. Namun pada awal musim panen tahun ini, harga sudah anjlok sampai Rp 700 per kg dan sekarang menjadi Rp 600 per kg. ''Saya tidak tahu, kenapa awal panen tahun ini harga sudah anjlok menjadi Rp 700 per kg,'' katanya.

Meski demikian dia menyebutkan, untuk pemilik kapal dengan bobot minimal 5 ton, aktivitas menangkap ubur-ubur masih tetap menguntungkan. Hal itu karena dengan melaut selama empat jam saja, kapal berbobot 5 GT sudah bisa menangkap satu ton ubur-ubur.

Karena itu, kata dia, sering kali kapal berbobot 5 GT melaut sampai 2-3 kali sehari hanya untuk menangkap ubur-ubur. ''Meski harga jualnya murah, namun karena ubur-ubur yang ditangkap banyak dan tidak perlu terlalu jauh ke tengah laut, maka nelayan tetap mendapat untung lumayan,'' ujarnya.

Namun, dia juga menyebutkan, tidak setiap hari nelayan bisa berburu ubur-ubur meski sedang melimpah. Hal itu karena dari kalangan pengusaha atau tengkulak penampung ubur-ubur, seringkali menolak membeli jika stok ubur-ubur mereka sudah terlalu banyak.

''Dalam kondisi seperti itu, akhirnya para nelayan kembali melaut untuk mencari ikan. Kalau pengusahanya sudah mau menerima ubur-ubur lagi, baru nelayan melaut mencari ubur-ubur,'' ujarnya.

Dia menyebutkan, para pengepul ubur-ubur saat ini memang sering terkendala pada sarana yang dimiliki. Sebelum disetor pada eksportir, ubur-ubur yang dibeli dari nelayan harus dibersihkan lebih dulu, kemudian direndam dalam air garam dan tawas. Setelah beberapa hari direndam, baru dikeringkan.

''Kalau sudah kering, ubur-ubur menjadi lebih ringkas dan siap dikirim ke eksportir,'' ujarnya.

Hal yang menjadi masalah, lahan untuk menjemur ubur-ubur saat ini sudah semakin terbatas. Kalau dijemur di sekitar permukiman, banyak warga protes karena menimbulkan bau. ''Ini yang menyebabkan kalangan pengusaha kesulitan menampung semua ubur-ubur hasil tangkapan nelayan,'' ujarnya.

Tarmuji juga menyebutkan, panen ubur-ubur biasanya akan berlangsung selama tiga bulan pada musim angin timur. Sementara, puncak panen ubur-ubur akan berlangsung selama sebulan pada Agustus 2018.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement