REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Meiliana (44), terdakwa perkara penistaan agama yang memicu kerusuhan bernuansa SARA di Tanjung Balai, Sumut, dua tahun lalu, menangis mendengar tuntutan jaksa. Dia dituntut dengan hukuman satu tahun enam bulan penjara
Tuntutan terhadap Meiliana disampaikan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Medan, Senin (13/8). Dalam tuntutannya, tim JPU menyatakan, perempuan itu telah melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 156 dan Pasal 156A KUHP.
"Menjatuhkan kepada terdakwa pidana penjara selama satu tahun enam bulan dikurangi masa tahanan sementara," kata salah seorang JPU, Anggia Y Kesuma, di hadapan majelis hakim yang diketuai Wahyu Prasetyo Wibowo, Senin (13/8).
JPU menyatakan, Meliana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia
Mendengarkan tuntutan ini, Meiliana langsung menangis. Dia terlihat terus menyeka air matanya. Usai pembacaan tuntutan JPU, persidangan ditunda. Sidang selanjutnya akan digelar pada Kamis (16/8) dengan agenda pledoi atau pembelaan dari terdakwa.
Dalam dakwaan JPU, perkara ini berawal saat Meiliana mendatangi tetangganya di Jl Karya, Lingkungan I, kelurahan Tanjung Balai Kota I, Tanjung Balai Selatan, Tanjung Balai, Jumat (22/7/2016) pagi. Dia lalu berkata kepada tetangganya, "Kak, tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara mesjid itu kak, sakit kupingku, ribut," sembari menggerakkan tangan kanannya ke kuping kanan.
Permintaan Meiliana ini disampaikan ke pengurus BKM Al Makhsum. Mereka lalu mendatangi kediaman Meiliana dan mempertanyakan permintaan perempuan itu, Jumat (29/7/2016) sekitar 19.00 WIB. Meilana pun membenarkan.
Saat itu, sempat terjadi adu argumen. Setelah pengurus masjid kembali untuk melaksanakan shalat Isya, suami Meiliana, Lian Tui, datang ke masjid untuk meminta maaf.
Namun, kejadian itu terlanjur menjadi perbincangan warga. Masyarakat mulai berkumpul. Sekitar pukul 21.00 WIB, kepala lingkungan membawa Meiliana ke kantor kelurahan setempat agar lebih aman. Sekitar pukul 23.00 WIB, warga yang semakin ramai mulai melempari rumah Meiliana.
Kejadian itu pun meluas. Massa yang mengamuk membakar serta merusak sejumlah vihara dan klenteng berikut sejumlah kendaraan di kota itu. Meiliana lalu dilaporkan ke polisi. Komisi Fatwa MUI Provinsi Sumatera Utara membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meiliana.
Penyidik kemudian menetapkan Meiliana sebagai tersangka. Sekitar dua tahun berselang, JPU menahan perempuan itu di Rutan Tanjung Gusta Medan sejak 30 Mei 2018.