Selasa 14 Aug 2018 06:06 WIB

Penggantian Sandiaga Tunggu Ketetapan Presiden

10 bulan berjalan, masih ada program Anies-Sandi yang masih tertunda

Rep: Sri Handayani/Farah Noersativah Nabila/ Red: Bilal Ramadhan
Bakal calon wakil presiden Pilpres 2019 Sandiaga Uno (kanan) tiba untuk menjalani tes kesehatan di RSPAD, Jakarta, Senin (13/8).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Bakal calon wakil presiden Pilpres 2019 Sandiaga Uno (kanan) tiba untuk menjalani tes kesehatan di RSPAD, Jakarta, Senin (13/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menyebut masih ada proses dalam pengisian kursi kosong Wakil Gubernur DKI Jakarta. Menurutnya, proses itu masih menunggu ketetapan pemberhentian Sandiaga Salahuddin Uno oleh Presiden RI Joko Widodo.

“Jadi sebelum ada ketetapan dari presiden, maka belum bisa ada proses. Karena itu semuanya, ada prosedurnya,” kata Anies di Jakarta International Baseball Area di Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (13/8).

Dia menjelaskan surat pernyataan pengunduran diri memang telah dibuat oleh Sandiaga. Setelah itu, pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta akan menyelenggarakan rapat paripurna. Hasil yang ada dalam rapat itu nantinya akan disampaikan kepada Gubernur dan Gubernur aman menyampaikan kepada Presiden.

Dia menekankan, Sandiaga memang benar telah mengundurkan diri. Namun, ketetapan mengenai hal itu masih belum ditetapkan oleh Presiden. “Tetapi kita masih menunggu ketetapan presiden. Karena yang mengangkat Sandiaga Salahuddin Uno siapa? Presiden. Jadi kita tunggu sampai proses selesai, baru kita nanti ke fase berikutnya, yaitu penentuan nama sebagai wakil gubernur,” kata Anies.

Anies mengatakan ia masih melakukan komunikasi dengan Sandiaga. Ia juga mengaku tak kerepotan memimpin Jakarta sendirian. Sebab, menurutnya, telah ada bagian-bagian dalam birokrasi yang mengurus program-program sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Selanjutnya, kata dia, struktur itu berfungsi agar siapapun yang berada pada posisi itu bisa menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas. Sehingga, lanjutnya, ketika kondisi saat ini seperti posisi Wagub yang kosong, tentu akan ada penyesuaian dari sisi waktu dan pembagian tugas.

“Minimal kalau ada kegiatan dalam satu hari itu ada 10, saya bisa disposisi. Sebagian wakil sebagian Gubernur. Namun, sekarang saya belum bisa disposisi ke wakil karena belum ada wakil,” ungkap Anies.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mempertanyakan kinerja Pemprov DKI Jakarta setelah berhentinya Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno untuk melenggang dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Ia khawatir layanan publik akan menurun setelah masa pergantian tersebut.

"Muncul banyak pertanyaan publik, di antaranya apakah program kerja pemerintahan DKI yang telah dicanangkan dalam kepemimpinan Anies-Sandi akan berjalan dan berlanjut tanpa Sandiaga Uno?" kata Trubus dalam rilisnya, akhir pekan lalu.

Menurut Trubus, dalam 10 bulan pemerintahan Anies-Sandi, Sandiaga memiliki peran yang sangat menentukan, yakni sebagai organ pengendali program. Trubus menjelaskan, selama 10 bulan pemerintahan Anies-Sandi, ada program-program yang sudah mulai berjalan. Namun, ada pula yang masih tertunda.

Salah satu program yang telah berjalan yaitu penutupan Alexis. Beberapa program yang tidak jelas keberlanjutannya, misalnya legalisasi becak, One Karcis One Trip (OK Otrip), penyelesaian kasus Sumber Waras dan tanah di Cengkareng, program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus, pembuatan Waduk Rangon, Pembangunan Stadion Persija dan program reformasi birokrasi Pemprov DKI. "Pergantian jabatan dari 39 jabatan baru 16 jabatan yang terlaksana dan itu pun sebagian masih bermasalah dengan KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara)," ujar Trubus.

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Bersih, Lisman Hasibuan, mendatangi Polda Metro Jaya untuk melaporkan calon Wakil Presiden Sandiaga Uno, Senin (13/8). Lisman melaporkan karena diduga mahar yang diberikan Sandiaga berasal dari uang hasil korupsi.

"Memang hari ini sedang menjadi pembicaraan publik terkait mahar Rp 500 milliar, kan kalau ditotal menjadi Rp 1 triliun, itu yang pertama. Yang kedua kita akan konsultasi, karena ini kan menyangkut uang Rp 500 milliar dan ini bisa masuk kepada posisinya tindak pidana korupsi atau tindak pidana perbankan," ujar Lisman saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Senin (13/8).

Sementara, program andalan Anies-Sandi, yakni One Kecamatan One Center of Enterpreneurship (OK OCE) lahir dari otak bisnis Sandiaga. Kegiatan yang menargetkan 44 kecamatan ini sudah berjalan, dibuktikan dengan berdirinya OK OCE Mart dan berbagai lini usaha. Namun, hasilnya masih jauh dari harapan publik.

Hingga saat ini, baru Bank DKI yang memberikan pembiayaan bagi para anggota OK OCE yang lolos tahap permodalan (P7). Jumlah modal pun jauh dari yang dijanjikan saat kampanye. "Pemberian kredit hanya Rp 10 juta, padahal dalam kampanyenya (dijanjikan) dimodali sampai Rp 300 juta," kata Trubus.

Program andalan lain, yaitu pembelian rumah tanpa uang muka hingga kini belum terealisasi. Program ini terbentur banyak aturan. Pemisahan Pergub pembentukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan pengaturan skema pembiayaan dianggap mengulur waktu.

Anies dan Sandi telah berjanji bahwa Pergub tentang skema pembayaran selambat-lambatnya akan rampung pada awal Mei 2018, kemudian warga sudah mulai dapat memesan. Namun, penjualan baru bisa dibuka pada kuartal ketiga 2018, yakni sekitar Agustus atau September. Namun, ketika janji tersebut belum terealisasi, Sandi sudah berhenti dari jabatannya.

Selain itu, Anies-Sandi juga telah membuat kebijakan untuk menjual saham pemprov di perusahaan bir PT Delta, tetapi prosesnya hingga kini juga belum jelas. "Ini karena kebijakannya ditentang oleh DPRD, dimana dewan beralasan penjualan tidak ada urgensinya," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement