REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Salah satu perusahaan farmasi di Indonesia, Combiphar pada 2015, mengubah bisnisnya. Yakni, dari perusahaan generik, berubah wujud menjadi perusahaan consumer health care.
Menurut Presiden Direktur Combiphar, Michael Wanandi, perubahan ini dilakukan untuk mengantisipasi persaingan yang tidak sehat di bisnis obat generik. Bahkan, Combiphar sudah mulai bermain ekspor pada 2016.
Michael mengatakan, hal ini merupakan strategi baru. Perubahan bisnis ini pun terutama yang terkait dengan tumbuh pesatnya kelas menengah di Tanah Air. “Kami merumuskan strategi baru di tahun 2011. Kick of strategi baru ini dimulai akhir 2012,” ujar Michael kepada wartawan di Bandung belum lama ini.
Michael menilai, seiring kenaikan pendapatan, gaya hidup masyarakat yang berubah maka consumer health care sangat dibutuhkan. Karena, saat ini ada yang negatif misalnya banyak masyarakat yang mengonsumsi makan-makanan tidak sehat yakni junk food, gorengan, fast food.
Selain mengubah wujud bisnisnya, kata dia, Combiphar pun menggunakan perempuan sebagai influencer. Karena, kaum hawa punya pengaruh besar untuk menyebarkan gaya hidup sehat, terutama mereka yang sudah berkeluarga. “Kami ingin dikenal sebagai perusahaan yang mengeluarkan produk berkualitas dengan harga terjangkau," katanya.
Combiphar mengubah bisnisnya menjadi consumer health (foto: dokuentasi)
Selain itu, perusahaannya bukan hanya menonjolkan penjualan produk. Tapi titik berat adalah edukasinya. "Itu adalah nilai tambah untuk konsumen kami,” katanya.
Menurutnya, strategi kunci adalah menjadi unik. Ukurannya bukan yang paling cepat untuk memberi kesempatan kepada karyawan agar mengubah cara berpikir mereka. Perang harga obat generik berubah dengan memberi nilai tambah kepada konsumen tentang gaya hidup sehat.
"Hasilnya cukup bagus. Ini terlihat salah satunya dari branding OBH Combi yang semakin bagus," katanya.
Michael mengaku, saat ini setiap perusahaan farmasi saat ini memiliki tantangan karena adanya pelemahan rupiah. Padahal, hampir 90 persen bahan baku masih di import. "Ini menjadi tantangan besar bagaimana harga obat bisa terjangkau padahal cost bahan baku naiknya kenceng," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, setiap industri berpikir untuk melakukan efisiensi dan terobosan baru. Hal ini pun, membuat perusahaan menjadi lebih gesit. Apalagi, saat ini Combiphar presentase ekspornya belum besar. Jadi, perusahaannya akan memperluas pasar.
"Kami baru mengakuisisi brand di 2013. Selain itu, kontrak dari asing pun sudah dilakukan dengan bekerja sama dengan Perancis dan Itali," katanya.
Menurut Vice President Manufacturing & Supply Chain Management Combiphar Delano Lusikooy, combiphar saat ini sedang berinvestasi membangun pabrik untuk memperbesar kapasitas agar bisa menyuplai domestik dan internasional. "Kami berharapan dengan membangun pabrik ekspor bisa lebih besar," katanya.
Combiphar sendiri, memiliki sejarah di Kota Bandung karena berdiri di Kota Kembang pada 47 tahun silam. Untuk itu di momen Asian Games 2018 mengirimkan seorang pimpinannya untuk jadi satu di antara pengusung obor Asian Games 2018 yang dibawa berlari secara estafet dari kawasan Pasteur ke Gedung Sate akhir pekan lalu. Delano Lusikooy, terjun langsung menjadi bagian dari pawai obor tersebut.
Dia menjadi pelari ke-7 dari sebanyak 21 pembawa obor. Delano berlari sejauh 500 meter hingga titik di kisaran Jembatan Layang Pasupati. Tak Cuma Delano, Combiphar juga mengirimkan sekira 70 karyawan untuk menjadi tim pengiring Delano yang ikut berlari di rute pawai obor.