REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pakar gizi sekaligus Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Universitas Indonesia (PKGK UI) Ir. Ahmad Syafiq M.Sc., Ph.D mengatakan susu kental manis memiliki kandungan energi yang diperlukan untuk pemenuhan gizi masyarakat. Termasuk juga untuk anak-anak.
Akan tetapi yang penting untuk diperhatikan adalah tingkat konsumsi harus secara proporsional. Hal itu dikatakan Ahmad dalam seminar sehari bertajuk "Literasi Gizi: Belajar dari Polemik Kasus Susu Kental Manis" yang dihadiri para akademisi dan peneliti gizi dari berbagai perguruan tinggi.
"Susu kental manis tidak masalah jika dikonsumsi secara proporsional. Tapi kalau sudah berlebih, apapun juga tidak boleh," ujar Ahmad dalam keterangan tertulis, Selasa (14/8).
Kandungan lemak dan gula dalam susu kental manis sudah diatur dalam Perka BPOM 21/2016 tentang Kategori Pangan dan Standar Nasional Indonesia Nomor 2971: 2011 tentang susu kental manis. Dalam aturan tersebut disebutkan kombinasi gula dan lemak pada produk ini adalah 51-56 persen dengan kandungan gula 43-48 persen.
Susu kental manis sebagai minuman harus dicampur dengan air, sehingga setelah dilarutkan sesuai saran penyajian, kandungan susu kental manis memiliki kadar lemak susu tidak kurang dari 3,5 gr. Total padatan susu bukan lemak tidak kurang dari 7,8 gr, dan kadar protein tidak kurang dari 3 gr.
"Perlu diingat bahwa semua jenis makanan saling melengkapi. Tidak ada makanan atau minuman tunggal yang mampu memenuhi kebutuhan gizi seseorang," ujar Ahmad.
Ia menerangkan, siapa saja boleh mengonsumsi susu kental manis dalam jumlah tidak berlebihan. Namun perlu diingat, susu kental manis tidak cocok untuk bayi (0-12 bulan) dan bukan untuk menggantikan ASI.
"Susu kental manis boleh disajikan sebagai minuman, tetapi tentu untuk balita harus disesuaikan penyajiannya dan bukan sebagai asupan tunggal," ujar Ahmad.
Ketua Pergizi Pangan, Prof.Dr. Ir. Hardinsyah, MS menjelaskan, berdasarkan Survei Sosial dan Ekonomi Nasional pada tahun 2016, rumah tangga masyarakat kota maupun desa di Indonesia paling banyak membeli susu jenis kental manis sebesar 66,1 persen. Oleh karena itu tak heran jika bergulirnya berita miring mendapatkan perhatian besar dan mengubah persepsi masyarakat.
Untuk itu ia menekankan edukasi gizi merupakan tanggung jawab bersama dari pemerintah, dunia akademik dan industri. Semua pemangku kepentingan diharapkan memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak terjadi keresahan dan kebingungan dengan informasi yang beredar.
Sementara, masyarakat perlu bijak dalam menyikapi informasi yang beredar, tidak panik dan meningkatkan pengetahuannya mengenai gizi seimbang serta kebutuhan dan kecukupan gizi.
Informasi harus diperoleh dari ahli gizi yang kompeten. Berbagai pihak yang berkepentingan juga agar menghentikan berbagai informasi yang dapat membingungkan masyarakat.
"Regulasi terkait iklan dan pembatasan konsumsi makanan bergula harusnya diawali dan disertai dengan fakta (eviden) yang kuat dan edukasi gizi yang tepat. Konsekuensi misregulasi bisa menimbulkan masalah baru termasuk masalah ekonomi dan kesehatan masyarakat," tutup Hardinsyah.
Ia menerangkan, pakar gizi sepakat bahwa baik pemerintah dan masyarakat harus terus meningkatkan upaya peningkatan literasi gizi serta terus melaksanakan upaya menyusun kebijakan berbasis evidens.